Tim Advokasi: Tes Wawasan Kebangsaan KPK Dipenuhi Pelanggaran Hukum
Rabu, 21 Juli 2021 13:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tim advokasi Save KPK mengatakan pelaksanaan tes wawasan kebangsaan oleh komisi antirasuah terbukti dipenuhi pelanggaran hukum. Juga, diduga kuat ada tindak pidana kejahatan.
"Temuan ORI menunjukkan adanya skenario pelanggaran hukum yang menghasilkan TWK dan 75 Pegawai KPK dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS)," kata tim advokasi dalam siaran persnya, Rabu, 21 Juli 2021.
Pernyataan ini dikeluarkan tim advokasi sebagai respons laporan hasil akhir Ombusdman RI soal TWK yang dilakukan KPK. Tim terdiri dari YLBHI, LBH Jakarta, PSHK, ICW, AMAR Lawfirm, LBH Mu PP Muhammadiyah, Visi Integritas Law Firm, Amnesty Internasional Indonesia, PUSAKO Univ Andalas, PUKAT UGM.
Tim advokasi mengatakan terbukti pula bahwa pelaku intelektual atas pelanggaran ini tidak hanya Firli Bahuri dan pimpinan KPK saja, akan tetapi turut melibatkan beberapa pejabat-pejabat tinggi kementerian/lembaga terutama Kepala BKN. "Maka dari itu diperlukan penyelidikan lebih lanjut afiliasi dan peran serta para pejabat tersebut."
Menurut tim advokasi, ada beberapa poin besar temuan yang disampaikan oleh Ombudsman RI, diantaranya, pemalsuan keterangan dan tanggal surat (back dated) menunjukkan adanya kesengajaan dari pimpinan KPK untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut tim advokasi, mengingat perbuatan melawan hukum ini telah menyasar penyidik bahkan 7 orang Kasatgas Penyidikan yang sedang menangani perkara besar, maka tindakan tersebut jelas merupakan bagian dari upaya menghalang-halangi proses penyidikan (obstruction of justice) yang sedang dilakukan KPK, misalnya perkara bansos, suap ekspor benih lobster, atau skandal pajak.
"Berbagai pelanggaran hukum dan maladministrasi sebagaimana temuan ORI sudah sepatutnya membuat keputusan TMS yang dituangkan dalam Surat Keputusan KPK Nomor 652 tidak berlaku," kata tim advokasi.
Menurut tim, berbagai pelanggaran hukum seperti pemalsuan maupun indikasi obstruction of justice perlu segera ditindaklanjuti oleh Kepolisian RI dan KPK. Koalisi masyarakat telah melaporkan Firli Bahuri kepada Polri dan menikai laporan ORI sudah cukup sebagai bukti indikasi laporan tersebut dapat dilanjutkan. "Tidak main-main, pimpinan KPK maupun pihak lain dapat dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor yang ancamannya maksimal 12 tahun penjara."