Satgas Covid-19 Minta Pemerintah Hati-hati Jika Lakukan Relaksasi PPKM Darurat

Reporter

Dewi Nurita

Selasa, 20 Juli 2021 18:23 WIB

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito berbicara dalam sebuah konferensi pers, Jakarta, Kamis (29/10/2020). (ANTARA/Katriana)

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sampai saat ini belum juga mengumumkan kelanjutan kebijakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat Jawa-Bali. Kebijakan yang berlaku mulai 3 Juli lalu itu, berakhir hari ini. Jubir Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan, terutama jika ingin melakukan relaksasi. Sebab, ujar Wiku, kasus Covid-19 masih tinggi.

"Melakukan relaksasi kebijakan perlu kehati-hatian. Berkaca dari pengetatan dan relaksasi atau gas dan rem yang dilakukan pemerintah selama 1,5 tahun pandemi ini, ternyata langkah relaksasi yang tidak tepat dan tidak didukung seluruh lapisan masyarakat dengan baik dapat memicu kenaikan kasus yang lebih tinggi," ujar Wiku dalam konferensi pers daring, Selasa, 20 Juli 2021.

Wiku merinci, Indonesia sendiri sudah tiga kali melakukan kebijakan pengetatan dan relaksasi. PPKM Darurat menjadi pengetatan yang keempat. Mekanisme pengetatan rata-rata dilakukan 4-8 minggu dengan efek melandainya kasus hingga penurunan kasus.

"Namun saat relaksasi, 13-20 minggu, kasus kembali meningkat hingga 14 kali lipat. Hal ini perlu menjadi refleksi penting pada pengetatan yang saat ini dilakukan," ujar Wiku.

Menurut Wiku, PPKM Darurat yang telah berjalan lebih dari dua pekan ini telah berdampak pada penurunan tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) dan mobilitas penduduk.

"Namun, penambahan kasus masih menjadi kendala yang kita hadapi. Hingga saat ini, kasus masih mengalami peningkatan hingga dua kali lipat dengan jumlah kasus aktif 542.938 atau 18,65 persen," ujar Wiku.

Kenaikan kasus tersebut, lanjut dia, tidak terlepas dari fakta bahwa variant of concern terutama varian B.1.617.2 atau varian Delta menyebar di Indonesia. Data teranyar Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI hingga 16 Juli 2021 menunjukkan terdapat temuan 759 kasus varian Delta di Indonesia yang tersebar di 19 provinsi.

Wiku menyebut, pengetatan mobilitas memang tidak bisa dilakukan terus-menerus karena memerlukan sumber daya yang sangat besar dan risiko korban jiwa yang terlalu tinggi serta berdampak secara ekonomi. Namun, Wiku mengingatkan, jika keputusan relaksasi diambil, harus dipersiapkan dengan matang dan perlu ada pengawasan dan ketegasan sanksi bagi pelanggar kebijakan.

"Ini kunci relaksasi efektif dan aman serta tidak memicu kasus kembali melonjak. Sayangnya keputusan relaksasi sering tidak diikuti sarana prasarana fasilitas kesehatan dan pengawasan protokol kesehatan yang ideal. Selain itu relaksasi disalahartikan sebagai keadaan yang aman sehingga protokol kesehatan dilupakan dan penularan kembali terjadi sehingga menyebabkan kasus kembali meningkat," tuturnya.

DEWI NURITA

Baca: Tekan Kasus Covid-19, Gubernur Papua Minta Masyarakat Bersiap Lockdown Sebulan

Berita terkait

Ini Pesan Jokowi ke Prabowo untuk Lanjutkan Program di Bidang Kesehatan

20 jam lalu

Ini Pesan Jokowi ke Prabowo untuk Lanjutkan Program di Bidang Kesehatan

Presiden Jokowi menyoroti urgensi peningkatan jumlah dokter spesialis di Indonesia. Apa pesan untuk pemimpin baru?

Baca Selengkapnya

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

1 hari lalu

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

Jokowi menyebut pemerintah baru mampu mencetak 2.700 dokter spesialis per tahun. Sementara pemerintah membutuhkan 29 ribu dokter spesialis.

Baca Selengkapnya

Atasi Ketimpangan Dokter Spesialis, Kemenkes Kembangkan Program Pendidikan Gratis

1 hari lalu

Atasi Ketimpangan Dokter Spesialis, Kemenkes Kembangkan Program Pendidikan Gratis

Kemenkes bekerja sama dengan sejumlah rumah sakit mengembangkan program pendidikan gratis bagi dokter spesialis.

Baca Selengkapnya

Jokowi Luncurkan 6 Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

1 hari lalu

Jokowi Luncurkan 6 Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Presiden Jokowi menyoroti pentingnya infrastruktur kesehatan negara dalam jangka panjang.

Baca Selengkapnya

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

2 hari lalu

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Kemenkes Buka Enam Prodi di RS Pendidikan Atasi Kekurangan Dokter Spesialis

3 hari lalu

Kemenkes Buka Enam Prodi di RS Pendidikan Atasi Kekurangan Dokter Spesialis

Salah satu masalah lagi yang ada di Indonesia adalah distribusi dokter spesialis. Hampir 80 tahun Indonesia merdeka belum pernah bisa terpecahkan.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

4 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

4 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

4 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

4 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya