Jimly Sebut Usulan Masa Jabatan Presiden Tak Mudah Diselinapkan di Amandemen UUD
Reporter
Maya Ayu Puspitasari
Editor
Eko Ari Wibowo
Sabtu, 26 Juni 2021 09:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Polemik perpanjangan masa jabatan presiden mengemuka seiring dengan pengajuan amandemen Undang-undang Dasar 1945 yang kelima. Ketua Tim Kerja Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) Jimly Asshidddiqie menjamin amandemen UUD 1945 tidak akan merembet ke isu lain.
Ia beralasan berdasarkan pasal 37 UUD 1945 mengatur syarat yang ketat untuk perubahan pasal-pasal dalam konstitusi. Syarat itu adalah amandemen dapat diagendakan apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari anggota MPR. Lalu sidang amandemen UUD 1945 minimal dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR, serta setiap putusan harus disetujui minimal 50 persen ditambah 1 dari seluruh anggota MPR.
"Misalnya kesepakatan awal hanya pasal 3 yang mau diubah. Nanti setelah ada panitia ad hoc, tambah pasal 30 dan 7. Itu tidak boleh. Harus dari awal, mendapat persetujuan 1/3 lagi," ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah ini seperti dikutip dari Koran Tempo edisi Sabtu 26 Juni 2021.
DPD lewat sidang paripurna pada Kamis 24 Juni 2021 telah memutuskan untuk mengajukan amandemen dengan 136 anggota yang menjadi inisiator. Hanya saja amandemen UUD baru bisa terlaksana jika disetujui minimal 1/3 dari anggota MPR dari total 711 orang yang terdiri anggota DPD dan DPR. Sehingga DPD membutuhkan tambahan dukungan 101 anggota DPR untuk mencapai persyaratan tersebut.
Dalam rumusan amandemen yang disiapkan DPD adalah soal fungsionalisasi haluan negara serta penataan kewenangan MPR, DPR dan DPD.
Ingin tahu lebih jauh tentang perkembangan amandemen UUD 1945 baca Koran Tempo edisi hari ini Sabtu 26 Juni 2021 yang berjudul "Gerakan Senator Amandemen Konstitusi".