Epidemiolog Menilai Sel Dendritik Tak Bisa Disebut Vaksin

Reporter

Dewi Nurita

Editor

Amirullah

Rabu, 21 April 2021 14:53 WIB

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memberikan keterangan usai pengambilan sampel darah untuk penyuntikan vaksin nusantara di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu, 14 April 2021. Vaksin Nusantara ini dikembangkan menggunakan metode berbasis sel dendritik autolog yang diklaim menjadi yang pertama di dunia untuk Covid-19. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunus Miko Wahyono, menilai pengembangan vaksin Nusantara ataupun penelitian sel dendritik berbasis pelayanan pasien tidak bisa disebut vaksin. Sebab, obat yang diproduksi itu mengambil sel darah muda, lalu dikenalkan dengan antigen virus. Setelah itu, disuntikkan kembali ke dalam tubuh.

"Kalaupun berhasil membentuk antibodi, itu pun tidak bisa disebut vaksin, apa namanya saya tidak tahu," ujar Yunus.

Pemerintah sebelumnya menyepakati status penelitian sel dendritik SARS-CoV-2 hanya berbasis pelayanan kepada pasien, riset tidak dapat dikomersialkan dan tidak membutuhkan persetujuan izin edar. Kementerian Kesehatan membina dan mengawasi riset sel dendritik tersebut. Kesepakatan itu tertuang dalam MoU antara BPOM, Kementerian Kesehatan, dan TNI Angkatan Darat, dua hari lalu.

Sejumlah ahli menilai kebijakan pemerintah itu melucuti kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengawasi riset sel dendritik SARS-CoV-2.

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan riset itu harus diawasi BPOM sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap peredaran bahan obat dan makanan di wilayah Indonesia, baik untuk kepentingan komersial maupun tidak. Kewenangan BPOM sangat jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM.

"Peran BPOM itu tidak bisa lepas karena mereka bertanggung jawab terhadap peredaran bahan obat dan makanan di wilayah Indonesia," kata Dicky, kemarin.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, sependapat dengan Dicky. Pandu mengatakan setiap penelitian yang menyangkut kesehatan manusia wajib memperjelas pihak sponsor, mengikuti protokol pembuatan obat, serta menentukan penanggung jawab riset.

"Harusnya tetap BPOM yang mengawasi, tapi seolah diakal-akali jadi penelitian berbasis pelayanan pasien," kata Pandu.

DEWI NURITA | KORAN TEMPO

Berita terkait

Terpopuler: Harta Kekayaan Jaksa Agung Abdul Qohar yang Disebut Pakai Jam Tangan Rp 1 Miliar, BPOM Sebut Anggur Shine Muscat Aman Dikonsumsi dengan Syarat Tertentu

3 jam lalu

Terpopuler: Harta Kekayaan Jaksa Agung Abdul Qohar yang Disebut Pakai Jam Tangan Rp 1 Miliar, BPOM Sebut Anggur Shine Muscat Aman Dikonsumsi dengan Syarat Tertentu

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar Affandi, tengah menjadi sorotan.

Baca Selengkapnya

BPOM Beberkan Penyebab Produk Latiao Baru Bermasalah meski Sudah Lama Beredar

8 jam lalu

BPOM Beberkan Penyebab Produk Latiao Baru Bermasalah meski Sudah Lama Beredar

BPOM menyampaikan alasan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok baru bermasalah meski sudah lama beredar di Indonesia.

Baca Selengkapnya

BPOM Sebut Anggur Shine Muscat Aman Dikonsumsi dengan Syarat Tertentu

14 jam lalu

BPOM Sebut Anggur Shine Muscat Aman Dikonsumsi dengan Syarat Tertentu

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan sebut dua parameter yang digunakan dalam pengujian dengan lebih dari 100 sampel anggur shine muscat

Baca Selengkapnya

Hasil Uji Kandungan Pestisida Anggur Shine Muscat, BPOM: Tidak Terdeteksi

19 jam lalu

Hasil Uji Kandungan Pestisida Anggur Shine Muscat, BPOM: Tidak Terdeteksi

Kesimpulan BPOM diambil dari hasil pengujian ratusan sampel yang telah rampung dilakukan di tiga dari tujuh lokasi.

Baca Selengkapnya

4 Produk Latiao Mengandung Bakteri Berbahaya, BPOM: Bisa Bertambah

1 hari lalu

4 Produk Latiao Mengandung Bakteri Berbahaya, BPOM: Bisa Bertambah

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tarik produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok karena mengandung bakteri Bacillus cereus yang berbahaya

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Korupsi APD Kemenkes Diduga Rugikan Negara Rp 319 Miliar

2 hari lalu

KPK Sebut Korupsi APD Kemenkes Diduga Rugikan Negara Rp 319 Miliar

KPK menahan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik pada Jumat, 1 November 2024.

Baca Selengkapnya

Pimpinan KPK Ungkap Konstruksi Perkara Korupsi APD Kemenkes

2 hari lalu

Pimpinan KPK Ungkap Konstruksi Perkara Korupsi APD Kemenkes

KPK telah menetapkan 3 tersangka korupsi APD dan menahan ketiganya, yaitu Ahmad Taufik, Budi Sylvana dan Satrio Wibowo.

Baca Selengkapnya

BPOM Hentikan Izin Edar Latiao di Indonesia, Respons Keracunan Massal di Sejumlah Daerah

3 hari lalu

BPOM Hentikan Izin Edar Latiao di Indonesia, Respons Keracunan Massal di Sejumlah Daerah

Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan, pengambilan langkah ini merupakan respons atas laporan kejadian luar biasa keracunan pangan (KLBKP) yang menimpa anak-anak di sejumlah wilayah di Indonesia

Baca Selengkapnya

BPOM Sebut Uji Sampel Anggur Shine Muscat Rampung Minggu Malam, Senin Diumumkan

3 hari lalu

BPOM Sebut Uji Sampel Anggur Shine Muscat Rampung Minggu Malam, Senin Diumumkan

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat ini tengah menguji sampel anggur shine muscat. Hasil diumumkan Senin pekan depan.

Baca Selengkapnya

BPOM Lakukan Uji Lab Anggur Shine Muscat: Tunggu Hasilnya Senin Depan

3 hari lalu

BPOM Lakukan Uji Lab Anggur Shine Muscat: Tunggu Hasilnya Senin Depan

Taruna menyebut, hasil uji laboratorium BPOM menjadi data utama untuk memutuskan apakah anggur ini aman dikonsumsi atau tidak

Baca Selengkapnya