Soal Vonis Ringan Nurhadi, Begini Kata Ketua Komisi Yudisial

Reporter

Friski Riana

Editor

Amirullah

Selasa, 16 Maret 2021 06:29 WIB

Terdakwa kasus suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA Nurhadi (kanan) tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin, 8 Februari 2021. Nurhadi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ferdy Yuman atas dugaan merintangi penyidikan kasus dugaan suap sebesar Rp46 miliar terhadap dirinya terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata menanggapi putusan Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang dinilai sebagian pihak terlalu rendah.

Mukti menyatakan, putusan hakim dilindungi oleh doktrin kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas, dan independen. Sehingga, kata dia, baik KY maupun MA tidak bisa membatalkan atau merubah putusan tersebut, kecuali dengan putusan hakim.

"Untuk itu, KY tidak berwenang untuk mengintervensi atas putusan-putusan hakim tersebut," kata Mukti Fajar dalam keterangannya, Senin, 15 Maret 2021.

Mukti menegaskan, kekuasaan kehakiman bukanlah kekuasaan yang absolut dan mutlak tanpa batas apapun. Putusan hakim harus mendasarkan pada norma hukum, fakta-fakta hukum, teori dan asas-asas hukum, serta keyakinan hakim yang dapat dipahami berdasarkan logika hukum.

Selain itu, sebuah putusan hakim akan dapat dinilai wajar jika seorang hakim mempunyai kapasitas, profesionalitas, dan integritas. Komisi Yudisial, kata Mukti, juga memberikan perhatian khusus terhadap kasus-kasus yang menjadi sorotan publik sebagai bagian bentuk laporan masyarakat yang akan ditindaklanjuti untuk dianalisis, apakah ada potensi pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) atau tidak.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sebelumnya memvonis Nurhadi dengan vonis pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Indonesia Corruption Watch menilai vonis yang dijatuhkan kepada Nurhadi terlalu ringan. Menurut ICW putusan tersebut terlalu berpihak pada terdakwa dan melukai rasa keadilan masyarakat.

“Vonis tersebut akan membuat para mafia peradilan tidak akan pernah jera,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis, Kamis, 11 maret 2021.

Kurnia menilai Nurhadi layak divonis penjara seumur hidup dan dijatuhi denda maksimal Rp 1 miliar, serta aset hasil kejahatan dirampas untuk negara. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta hanya memvonis Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono, 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim juga tidak mengabulkan tuntutan jaksa mengenai uang pengganti Rp 83 miliar.

Kurnia juga heran dengan pertimbangan meringankan majelis hakim, yang menilai Nurhadi telah berkontribusi memajukan Mahkamah Agung. “Bukankah kejahatan yang ia lakukan justru mencoreng wajah Mahkamah Agung?” ujar dia.

Baca: Pakar Hukum Sebut Vonis Rendah Nurhadi Sisakan Sejumlah Pertanyaan

Advertising
Advertising

Berita terkait

Siap-siap, Ada 60 Ribu Formasi CPNS MA dan Kejagung 2024

14 jam lalu

Siap-siap, Ada 60 Ribu Formasi CPNS MA dan Kejagung 2024

Kemenpan RB menyiapkan jumlah formasi yang cukup besar bagi kejaksaan agung dan MA untuk formasi rekrutmen CPNS pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

1 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya

Pimpinan Mahkamah Agung Diduga Ditraktir Pengacara, Komisi Yudisial Terjunkan Tim Investigasi

2 hari lalu

Pimpinan Mahkamah Agung Diduga Ditraktir Pengacara, Komisi Yudisial Terjunkan Tim Investigasi

Komisi Yudisial masih memverifikasi laporan dugaan pelanggaran kode etik pimpinan Mahkamah Agung

Baca Selengkapnya

Hakim di Sumatera Utara Diberhentikan karena Terbukti Selingkuh

2 hari lalu

Hakim di Sumatera Utara Diberhentikan karena Terbukti Selingkuh

Komisi Yudisial memberhentikan seorang hakim di Pengadilan Agama Kisaran, Asahan, Sumatera Utara karena terbukti selingkuh

Baca Selengkapnya

Australia dan Indonesia Dukung Perempuan dalam Peradilan

3 hari lalu

Australia dan Indonesia Dukung Perempuan dalam Peradilan

Mahkamah Agung Indonesia saat ini memiliki representasi perempuan tertinggi di antara lembaga penegak hukum di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Makna Dissenting Opinion dan Final and Binding dalam Putusan MK

8 hari lalu

Makna Dissenting Opinion dan Final and Binding dalam Putusan MK

Putusan MK dengan 3 hakim MK opsi dissenting opinion merupakan final and binding dalam aturan konstitusi. Apa artinya?

Baca Selengkapnya

Mahkamah Agung Bebaskan Dua Petani Desa Pakel Banyuwangi, Permohonan Kasasi Dikabulkan

8 hari lalu

Mahkamah Agung Bebaskan Dua Petani Desa Pakel Banyuwangi, Permohonan Kasasi Dikabulkan

Tim advokasi akan menunggu pemberitahuan resmi dari MA untuk mengeluarkan dua petani Desa Pakel yang permohonan kasasinya dikabulkan.

Baca Selengkapnya

KPK Limpahkan Berkas Perkara Hakim Agung Gazalba Saleh ke Pengadilan

9 hari lalu

KPK Limpahkan Berkas Perkara Hakim Agung Gazalba Saleh ke Pengadilan

KPK melimpahkan berkas perkara Hakim Agung Gazalba Saleh yang terlibat dugaan gratifikasi dan TPPU ke Pengadilan Tipikor.

Baca Selengkapnya

Profil Gayus Lumbuun, Ketua Tim Hukum PDIP yang Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

9 hari lalu

Profil Gayus Lumbuun, Ketua Tim Hukum PDIP yang Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Ketua Tim Hukum PDIP Gayus Lumbuun minta KPU menunda penetapan prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden terpilih Pilpres 2024. Ini Profilnya

Baca Selengkapnya

Hakim Agung Suharto Terpilih sebagai Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial

10 hari lalu

Hakim Agung Suharto Terpilih sebagai Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial

Hakim Agung Suharto terpilih sebagai Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial menggantikan Sunarto.

Baca Selengkapnya