ICJR Sebut PP Kebiri Kimia Bermasalah dan Tak Detail
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Eko Ari Wibowo
Senin, 4 Januari 2021 12:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 yang di antaranya mengatur tentang kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
ICJR menilai PP Nomor 70 Tahun 2020 ini bermasalah lantaran tidak detail dan memberikan keterangan yang jelas. Beleid ini dinilai tak menjelaskan aspek apa saja yang harus dipertimbangkan untuk menerapkan kebiri kimia.
"PP ini bahkan melempar ketentuan mengenai penilaian, kesimpulan, dan pelaksanaan yang bersifat klinis ke aturan yang lebih rendah," kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulis, Senin, 4 Januari 2021.
Bukan cuma aspek pelaksanaan, Erasmus menilai mekanisme pengawasan dan pendanaan juga belum jelas diatur dalam PP. "Bagaimana kalau ternyata setelah kebiri terpidana dinyatakan tidak bersalah atau terdapat peninjauan kembali? Penyusun seakan-akan menghindari mekanisme yang lebih teknis karena kebingungan dalam pengaturannya," kata Erasmus.
Erasmus menjelaskan, mekanisme kebiri sebagai intervensi kesehatan tak bisa berbasis hukuman seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Sampai detik ini, kata Erasmus, efektivitas kebiri kimia dengan penekanan angka kekerasan seksual juga belum terbukti.
"Maka jelas pelaksanaannya melibatkan profesi yang harus melakukan tindakan berdasarkan kondisi klinis dan berbasis ilmiah akan bermasalah," kata Erasmus.
Presiden Jokowi menekan PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak pada 7 Desember 2020. Namun seperti disampaikan Erasmus, PP ini masih menyerahkan sejumlah ketentuan kepada peraturan di bawahnya, yakni peraturan menteri.
Dalam Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 70 Tahun 2020 misalnya, disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur teknis penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan kebiri kimia diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Aturan tentang kebiri kimia ini pernah menjadi perdebatan pada 2016 lalu lantaran menjadi materi revisi terhadap Undang-undang Kesehatan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016. Ketika itu, Ikatan Dokter Indonesia menolak menjadi eksekutor kebiri kimia karena hal itu bertentangan dengan kode etik dan disiplin profesi kedokteran.
BUDIARTI UTAMI PUTRI