Ilustrasi peretasan situs dan data. (Shutterstock)
TEMPO.CO, Jakarta-Komite Keselamatan Jurnalis Melawan Peretasan meminta pemerintah bersikap mengenai masifnya peretasan terhadap situs media online belakangan ini. Komite menilai aksi ini terjadi secara sistematis dan dapat mengganggu kebebasan pers.
“Pemerintah harusnya bersikap terkait masifnya peretasan ini,” kata Direktur LBH Pers Ade Wahyudin dalam konferensi pers daring di kanal Youtube Aliansi Jurnalis Independen, Senin, 24 Agustus 2020.
Sayangnya, menurut Ade, sejauh ini pemerintah belum buka suara soal peretasan tersebut. “Sejauh ini kami belum lihat ada sedikitpun respons dari negara terhadap kasus ini,” ujar dia.
Ade menilai peretasan terhadap situs media online telah melanggar dua Undang-Undang, pertama UU Pers dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam UU Pers, peretasan melanggar Pasal 18 Ayat 1. Dalam pasal itu disebutkan pihak yang mengganggu kerja jurnalistik dapat dipidana.
Dalam konteks peretasan, kata dia, tindakan itu telah mengganggu kerja pers. Sementara, aparat hukum juga bisa menggunakan UU ITE untuk menjerat kegiatan akses ilegal terhadap sistem elektronik media.
Ade mengaku menerima laporan ada lima media online yang mengalami peretasan. Dua di antaranya telah buka suara, yakni tempo.co dan tirto.id. Ade menuturkan pola peretasan memiliki kemiripan, yakni menghapus berita dan mengedit berita. Berita yang dihapus atau diedit itu, kata dia, memberitakan mengenai obat Covid-19 yang dikembangkan BIN, TNI AD dan Universitas Airlangga.
Selain berharap pemerintah untuk bersikap, Ade juga mengharapkan agar media yang mengalami peretasan memberikan informasi mengenai hal itu. Komite, kata dia, akan selalu siap memberikan dukungan dan pendampingan. “Kami akan mendukung teman-teman untuk melawan peretasan ini,” ujar dia.