Tim Sayangkan Jokowi Banding Putusan Blokir Internet Papua

Reporter

Friski Riana

Editor

Budi Riza

Sabtu, 20 Juni 2020 02:31 WIB

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate membuka program "Digital Talent Scholarship" 2020. Kredit: HO/Kementerian Kominfo

TEMPO.CO, Jakarta - Tim Pembela Kebebasan Pers menyayangkan langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi, yang mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jakarta soal pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.

"Karena pemerintah tidak mau belajar dari putusan majelis hakim yang dengan gamblang memutus perkara ini dengan berbagai pertimbangan," kata M. Isnur, kuasa hukum Tim Pembela Kebebasan Pers, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 19 Juni 2020.

Isnur mengatakan pemerintah juga tidak belajar dari gugatan-gugatan lainnya seperti gugatan kebakaran hutan di Kalimantan dan gugatan Ujian Nasional yang justru terus kalah dan malah membuat semakin buruk bagi pemerintah.

Pengajuan banding ini akan melukai hati dan rasa keadilan bagi masyarakat Papua dan Papua Barat, yang menjadi korban perlambatan dan pemutusan akses internet Papua.

Ini karena keputusan untuk banding ini akan memperpanjang proses pengadilan.

Advertising
Advertising

Menurut Isnur, pengajuan banding juga semakin menegaskan pemerintah tidak memahami fungsi dan peran peradilan.

Ini juga menunjukkan pemerintah tidak mau menerima partisipasi dan koreksi dari masyarakat.

"Ini juga sesuai dengan kekhawatiran kami bahwa pemerintah menganggap langkah-langkah hukum yang diambil masyarakat dan dihargai konstitusi dianggap sebagai lawan dan gangguan," kata Isnur.

Dia mengatakan, Tim Pembela Kebebasan Pers siap menghadapi banding pemerintah.

Isnur meyakini putusan majelis hakim di pengadilan tinggi akan kembali memenangkan atau menguatkan putusan PTUN Jakarta.

Jokowi dan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, mengatakan banding terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 230/G/TF/2019/PTUN-Jakarta tanggal 3 Juni 2020.

Dalam putusan sebelumnya, majelis hakim menyatakan tindakan tergugat I yaitu Kementerian Kominfo dan tergugat II yaitu Presiden RI, yang memperlambat dan memutus akses internet di Papua dan Papua Barat, pada Agustus dan September 2019, adalah perbuatan melanggar hukum.

Majelis hakim juga menilai tindakan pemutusan akses internet ini menyalahi sejumlah ketentuan perundang-undangan. Antara lain, Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjadi dasar hukum Kemenkominfo memperlambat dan memblokir internet.

FRISKI RIANA

Berita terkait

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

11 menit lalu

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

Pengamat Politik Adi Prayitno menilai pembentukan presidential club memiliki dua tujuan.

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

1 jam lalu

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

Salah satu poin penting dalam UU Desa tersebut adalah soal masa jabatan kepala desa selama 8 tahun dan dapat dipilih lagi untuk periode kedua,

Baca Selengkapnya

TNI-Polri Evakuasi Jenazah Warga Sipil yang Dibunuh TPNPB-OPM di Kampung Pogapa

3 jam lalu

TNI-Polri Evakuasi Jenazah Warga Sipil yang Dibunuh TPNPB-OPM di Kampung Pogapa

Aleksander Parapak tewas ditembak kelompok bersenjata TPNPB-OPM saat penyerangan Polsek Homeyo, Intan Jaya, Papua

Baca Selengkapnya

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

4 jam lalu

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

Komisi Urusan Intenet Pusat Cina telah memulai kampanye nasional selama dua bulan untuk melarang tautan ilegal dari sumber eksternal di berbagai media

Baca Selengkapnya

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

5 jam lalu

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

Beleid itu menyatakan uang pensiun sebagai salah satu hak kepala desa. Namun, besaran tunjangan tersebut tidak ditentukan dalam UU Desa.

Baca Selengkapnya

Usai Serangan TPNPB-OPM, Polda Papua Tambah Personel dan Kirim Helikopter untuk Pengamanan di Intan Jaya

5 jam lalu

Usai Serangan TPNPB-OPM, Polda Papua Tambah Personel dan Kirim Helikopter untuk Pengamanan di Intan Jaya

Polda Papua akan mengirim pasukan tambahan setelah penembakan dan pembakaran SD Inpres oleh TPNPB-OPM di Distrik Homeyo Intan Jaya.

Baca Selengkapnya

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

6 jam lalu

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

Panel Barus, mengatakan setelah Ganjar-Mahfud meraih suara paling rendah, PDIP cenderung menyalahkan Jokowi atas hal tersebut.

Baca Selengkapnya

Kopassus dan Brimob Buru Kelompok TPNPB-OPM Setelah Bunuh Warga Sipil dan Bakar SD Inpres di Papua

6 jam lalu

Kopassus dan Brimob Buru Kelompok TPNPB-OPM Setelah Bunuh Warga Sipil dan Bakar SD Inpres di Papua

Aparat gabungan TNI-Polri kembali memburu kelompok TPNPB-OPM setelah mereka menembak warga sipil dan membakar SD Inpres di Intan Jaya Papua.

Baca Selengkapnya

Respons Jokowi hingga Luhut Soal Komposisi Kabinet Prabowo

9 jam lalu

Respons Jokowi hingga Luhut Soal Komposisi Kabinet Prabowo

Jokowi mengatakan dia dan pihak lain boleh ikut berpendapat jika dimintai saran soal susunan kabinet Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Sorotan Media Asing Soal Luhut Buka Kemungkinan Kewarganegaraan Ganda bagi Diaspora , Apa Alasan dan Syaratnya?

9 jam lalu

Sorotan Media Asing Soal Luhut Buka Kemungkinan Kewarganegaraan Ganda bagi Diaspora , Apa Alasan dan Syaratnya?

Menkomarinves Luhut Pandjaoitan buka kemungkinan kewarganegaraan ganda untuk diaspora. Apa saja alasan dan syaratnya?

Baca Selengkapnya