Menolak Lupa, Ini Alasan MA Saat Batalkan Kenaikan BPJS Kesehatan
Reporter
Tempo.co
Editor
Syailendra Persada
Kamis, 14 Mei 2020 03:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memutuskan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan lewat Peraturan Presiden Presiden Nomor 64 Tahun 2020. Padahal, Mahkamah Agung pernah membatalkan keputusan serupa pada awal Maret 2020.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa kenaikan iuran peserta mandiri ditetapkan demi menjaga keberlanjutan BPJS.
“Untuk iuran yang disubsidi pemerintah, tetap diberikan subsidi. Nah yang lain, tentu diharapkan menjadi iuran yang bisa menjalankan keberlanjutan operasi BPJS kesehatan,” ujar Airlangga via telekonferensi, Rabu, 13 Mei 2020.
Dalam Perpres anyar ini, pemerintah menetapkan perubahan besaran iuran BPJS Kesehatan. Pasal 34 ayat (1) Perpres mengatur iuran peserta kelas III naik menjadi Rp 42.000 pada 2020, dengan subsidi pemerintah sebesar Rp 16.500, sehingga masyarakat membayar Rp 25.500. Namun subsidi pemerintah berkurang Rp 7.000 pada 2021.
Kemudian Pasal 34 ayat (2) mengatur bahwa iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000. Lalu ayat (3) mengatur iuran peserta manidri kelas I naik menjadi Rp 150.000 dari saat ini Rp 80.000. Ketetapan ini mulai berlaku 1 Juli 2020.
Pernah digugat ke Mahkamah Agung...
<!--more-->
Kuasa hukum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Rusdianto Matulatuwa, mengatakan akan kembali menggugat kenaikan iuran ini. Sebelumnya, ia pernah memenangi gugatan atas Perpres Nomor 75 Tahun 2019, yang menjadi dasar kenaikan iuran BPJS.
"Artinya pemerintah tidak pernah belajar dari Perpres yang pernah dikeluarkan, yang sudah kami uji dan dibatalkan MA," kata Rusdianto kepada Tempo, Rabu, 13 Mei 2020.
Rusdianto mengatakan, ada tiga alasan MA membatalkan kenaikan. Pertama, pelayanan BPJS Kesehatan dinilai belum optimal. Kedua, MA menganggap tidak tepat terjadi kenaikan iuran di tengah kondisi melemahnya ekonomi masyarakat.
"Belum ada Covid-19 saja MA sudah pertimbangkan beban masy untuk naikkan itu. Apalagi sekarang, orang udah kehilangan pekerjaan, kemampuan ekonomi sedang lesu-lesunya," ujar Rusdianto.
Ketiga, MA meminta BPJS Kesehatan menyelesaikan persoalan ego sektoral dengan instansi pemerintah lain. Menurut Rusdianto, MA memerintahkan jangan sampai kebijakan ego sektoral itu menyebabkan kerugian masyarakat.
"Jika pemerintah legawa, cerdas, dan cermat, Mahkamah Agung akan memberikan tiga pekerjaan rumah itu untuk dia selesaikan dulu," kata Rusdianto.