Cerita Bos Media Ikut Pelatihan Kartu Prakerja: Tak Ada Kontrol
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Syailendra Persada
Jumat, 1 Mei 2020 04:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Portal Berita Gresnews, Agustinus Edy Kristianto, menceritakan kisahnya menjadi salah satu peserta program Kartu Prakerja. Dia mendaftar sebagai peserta pada gelombang pertama, 16 April 2020. Namun, ia baru diterima pada gelombang kedua, 29 April 2020.
Pengumuman lolos sebagai penerima kartu prakerja sempat membuat Edy heran. Sebab, ia merasa tidak masuk ke dalam sasaran penerima program tersebut, yang notabene diprioritaskan untuk para korban pemutusan hubungan kerja alias PHK.
Pada saat mendaftar, Edy sudah menyatakan bahwa ia adalah seorang wirausaha dan terdampak COVID-19, namun ia tak ingat pernah mengisi seberapa besar pendapatannya tergerus kondisi tersebut.
"Memang saya masuk ke kelompok masyarakat umum, tapi kalau mau verifikasi, saya kan pemegang saham perusahaan, saya direksi dan komisaris perusahaan, harusnya sejak awal sudah disaring," ujar Edy kepada Tempo, Kamis, 30 April 2020.
Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Panji Winanteya Ruky pun mengatakan Edy lolos dari kelompok masyarakat umum. Menurut dia, saat mendaftar, Edy mendeklarasikan diri sebagai wirausaha yang terdampak pandemi Covid-19. "Sehingga lebih diutamakan dalam randomisasi kelompok masyarakat umum di gelombang 2," ujar dia.
<!--more-->
Setelah dinyatakan lolos, Edy pun menjajal fasilitas tersebut. "Sejak awal saya niatnya bukan sebagai peserta, tapi ingin melakukan pengujian sendiri ini sebenarnya program apa sih, saya mau lihat," ujar dia. Ia pun melihat-lihat pelatihan di kanal-kanal penyedia pelatihan mitra prakerja.
Setelah berselancar ke beberapa situ, pilihan Edy jatuh kepada pelatihan jurnalistik yang digelar platform Skill Academy seharga Rp 220.000. Paket latihan jurnalistik itu terdiri atas sebelas video dengan durasi total sekitar satu jam. Kala mencoba pelatihan tersebut, ia kembali heran. Sebab, tanpa menonton video tersebut secara penuh, dia bisa mengikuti tes.
"Soal ujian ada 13 poin, saya isi cepat saja ada berbagai pertanyaan soal jurnalisme radio, tv, dan online. Saya isi semua. Dari jawaban itu, tiga nomor saya salah, sepuluh benar, lolos lah saya dengan nilai 76, di atas passing grade 55. Saya kerjakan cuma lima menit," ujar dia.
Dari tes itu, ia mendapat Certificate of Excelence alias sertifikat untuk peserta yang sudah menyelesaikan tes, dengan tanda tangan dari CEO Ruangguru Adamas Belva Syah Devara.
Untuk bisa dianggap menyelesaikan pelatihan, ternyata Edy mesti menuntaskan sebelas video yang telah ia beli. Akhirnya ia pun menonton video-video pelatihan tersebut dengan cara dipercepat. "Saya percepat saja saya tidak simak utuh. Jadi dipercepat lalu setiap selesai itu centang hijau satu video, progres naik, hingga sebelas video, progres 100 persen."
Begitu menuntaskan semua video, Edy tidak lagi perlu mengikuti tes, melainkan hanya perlu menulis ulasan dan rating dari pelatihan tersebut. Kemudian, muncul opsi untuk mencetak sertifikat. Sertifikat pun terbit, kini dengan tandatangan dari Direktur Skill Academy Iman Usman.
Dari pengalamannya itu, Edy menyimpulkan bahwa orang-orang bisa dianggap menuntaskan pelatihan meski tanpa menyimak materi. "Tidak ada kontrol di situ, ketika tes pun orang bisa mencari jawaban dari Google karena tidak ada batas waktu dalam mengisi ujian," kata dia. Setelah penyelesaian pelatihan itu, ia mengatakan duit insentif Rp 600.000 tidak langsung cair, melainkan menunggu sekitar 7x24 jam.