Seorang dokter berjalan di dekat alat tes swab virus Corona berupa Polymerase Chain Reaction diagnostic kit (PCR) di Laboratorium Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta, Senin, 6 April 2020. Alat tersebut nantinya dapat melakukan tes virus corona hingga 1.300 sampel tiap harinya. ANTARA
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Lembaga Kajian dan Konsultasi Pembangunan Kesehatan (LK2PK), Halik Malik, mengatakan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dibarengi dengan pemeriksaan Covid-19 secara masif.
Namun, Halik mengatakan tes yang dilakukan harus menggunakan metode reaksi rantai polimer (PCR). "Sebab tes ini memiliki akurasi tinggi sehingga harus diperluas jangkauannya," kata Halik lewat keterangan tertulis pada Jumat, 17 April 2020.
Menurut dia, semua daerah harus memiliki kemampuan tes PCR agar bisa mempercepat penelusuran kasus dan mengkarantina orang yang menjadi pembawa virus. Sehingga penyebaran virus tidak meluas.
Kajian LK2PK menyebut apabila daerah kesulitan saat melakukan tes PCR maka penelusuran kontak kasus pasien Covid-19 akan susah. Jika hal itu terjadi, virus ini akan lebih unggul daripada otoritas kesehatan di Indonesia. Sebab seseorang yang diduga terpapar virus Corona masih menunggu kepastian status dari hasil laboratorium.
"Tidak semua daerah memiliki ahli epidemiologi atau lembaga yang kompeten memberikan pendampingan kepada daerah. Oleh karena itu gugus tugas di daerah perlu segera menetapkan klaster-klaster penanggulangan bencana Covid-19 dibantu oleh institusi akademik, organisasi profesi, lembaga kemanusiaan dan para ahli," kata Halik.
Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI
10 hari lalu
Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI
MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa