Foto udara letusan gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu 23 Desember 2018. Pada tahun 2000-an Gunung Anak Krakatau mengalami peningkatan kegempaan terutama pada September 2005. Sementara Oktober 2007 aktivitas kegempaannya kembali meningkat dan terjadi letusan abu setinggi 200 meter. ANTARA FOTO/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) menyebut suara dentuman yang ramai dibahas di media sosial bukan berasal dari erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.
"Saya sudah konfirmasi petugas pos pengamatan, mereka tidak mendengar karena letusannya juga kecil," kata Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Hendra Gunawan dihubungi di Jakarta, Sabtu, 11 April 2020.
Menurut dia, erupsi gunung yang terletak di Selat Sunda dalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung itu hanya mengeluarkan semburan ketinggian berkisar 500 meter.
Ia menyebut letusan yang terjadi pada Jumat, 10 April 2020 malam juga bukan merupakan letusan eksplosif dan hanya semburan. "Biasanya dalam jarak dua kilometer, kedengaran hanya suara desis saja," ujarnya.
Sebelumnya, warganet ramai membahas suara dentuman yang mereka duga ada hubungannya dengan erupsi Gunung Anak Krakatau.