Dari kiri, Akademisi hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, Peneliti Bidang Korupsi dan Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrin, Kurnia Ramadhana dan Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam disela berdiskusi bertemakan KPK Dalam Ancaman: 60 Hari Pasca Penyerangan Novel Baswedan Hingga Angket DPR di Jakarta, 11 Juni 2017. ICW menilai bahwa pembentukan panitia Angket terkesan dipaksakan, cacat hukum dan berpotensi menimbulkan kerugian negara atas segala biaya yang dikeluarkan oleh proses penyelidikan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta-Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan tetap menolak terbentuknya Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi. "ICW pada dasarnya menolak seluruh konsep Dewan Pengawas KPK yang tertera dalam UU KPK baru. Dewan Pengawas adalah satu diantara banyak poin bermasalah dalam UU KPK baru," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Tempo, Kamis, 19 Desember 2019.
Kurnia menegaskan, siapa pun nama yang ditunjuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai Dewan Pengawas, hal itu tak mengurangi anggapan ICW bahwa KPK telah dilemahkan.
"Siapa pun yang ditunjuk untuk menjadi Dewan Pengawas tidak mengurangi sedikitpun penilaian kami bahwa Presiden Joko Widodo memang tidak paham bagaimana cara memperkuat KPK," katanya.
Sejumlah nama yang masuk dalam bursa jabatan anggota Dewan Pengawas KPK periode 2019-2023 santer beredar. Presiden Joko Widodo mengungkapkan tiga nama yang diusulkan menjadi Dewan Pengawas.
Di antaranya adalah mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, mantan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Artidjo Alkostar, dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang Albertina Ho.