Majelis Senat Akademik Tanggapi Ucapan Mendikbud Nadiem Makarim
Reporter
Anwar Siswadi (Kontributor)
Editor
Juli Hantoro
Selasa, 10 Desember 2019 09:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Senat Akademik 11 Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) Djalal Nachrowi menanggapi ucapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
Menurut Djalal Nachrowi mengatakan pekan lalu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan sambutan yang sangat dahsyat di Kampus Universitas Indonesia.
"Mas Menteri banyak memberikan harapan-harapan agar ada perubahan yang sangat mendasar mengenai tata kelola pendidikan tinggi kita," ujarnya Senin, 9 Desember 2019. Intinya, kata Nachrowi, perguruan tinggi diharapkan dapat memberi kemerdekaan kepada mahasiswa dan dosennya agar bisa lebih kreatif dan inovatif.
Para dosen dapat menjadi penggerak, artinya juga harus mengubah paradigma dari dosen yang menggurui atau menceramahi menjadi dosen yang memfasilitasi mahasiswa. Dosen diharapkan lebih banyak belajar dan bertanya kepada mahasiswa.
"Menurut saya, perguruan tinggi dan khususnya Majelis Senat Akademik perlu menelaah lebih lanjut harapan-harapan dan kritik-kritik dari Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan," ujar Nachrowi saat berpidato.
Terutama mengenai harapan agar perguruan tinggi dapat memerdekakan dosen dan mahasiswanya untuk berkreasi dan berinovasi di kampus agar lulusan dan produk risetnya berdampak signifikan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Ini adalah harapan yang sangat mulia, kata Nachrowi, agar produk perguruan tinggi yang berupa publikasi dan patennya tidak berhenti di suatu artikel di jurnal saja tetapi bisa dihilirisasi sampai ke produk yang bermanfaat untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia.
Nachrowi mengajak peserta sidang berbagi pengalaman untuk menafsirkan harapan Mendikbud. Apakah dosen yang lebih suka meneliti, misalnya sebaiknya diberi kebebasan untuk mengalokasikan lebih banyak waktunya untuk meneliti. Begitu pula dosen yang lebih suka mengajar. "Bagaimana pengaturannya agar kemerdekaan ini masih bisa menjaga keseimbangan antara kebutuhan antara dosen pengajaran dan dosen penelitian," katanya.
Adapun memerdekakan mahasiswa bisa diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada mahasiswa untuk memilih mata kuliah yang dibutuhkan dan disukainya guna menunjang kompetensi yang diinginkan. Namun dalam implementasinya perlu mengatur administrasi keuangan dan administrasi teknis lainnya.
"Apakah dengan perampingan struktur organisasi atau lebih spesifiknya merger beberapa fakultas yang serumpun dapat memudahkan pengaturan kebebasan mahasiswa," ujar Nachrowi.
Selain itu dia menyampaikan beberapa kritikan Mendikbud seperti soal gelar yang tidak menjamin kompetensi, lulusan tidak menjamin kesiapan berkarya dan bekerja, akreditasi yang tidak menjamin mutu pendidikan, serta apakah setiap jam mahasiswa di kampus relevan dengan keperluan masa depannya.
Menurut Nachrowi pola permintaan pasar tenaga kerja berubah. Google dan Facebook akhir-akhir ini dalam rekrutmen pegawai barunya lebih mengutamakan kompetensi pelamar dari pada ijazah yg dimiliki pelamar kerja.
Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum perlu mencermati dan merespon perubahan permintaan pasar ini dengan menyiapkan lulusannya. "Dengan kompetensi yang jelas sambil memberikan Sertifikat Pendamping Ijazah yang menjelaskan kompetensi lulusannya."