Tim Advokasi: Ada Dugaan Kejanggalan Proses Hukum Aktivis Papua

Minggu, 1 Desember 2019 16:30 WIB

Massa Komite Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme melakukan long march dari Markas Besar TNI menuju Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019. Dalam aksinya, beberapa dari mereka mengecat bagian tubuhnya dengan motif bendera Bintang Kejora. TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Jakarta - Tim Advokasi Papua menemukan dugaan kejanggalan dalam proses hukum terhadap enam orang aktivis yang ditangkap oleh polisi.

"Dalam hal penggeledahan, penangkapan, tidak sesuai dengan proses KUHAP," kata salah satu anggota tim, Michael Himan, saat dihubungi Tempo, pada Rabu, 27 November 2019.

Sejak 16 Agustus 2019, tepatnya setelah peristiwa pengepungan asrama Papua di Surabaya, kepolisian meringkus sejumlah orang yang kedapatan membawa bendera bintang kejora, simbol pergerakan Papua merdeka. Mereka ditangkap di wilayah yang berbeda.

Di Jakarta , ada enam orang yang sedang menjalani proses hukum. Mereka adalah Surya Anta, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait dan Arina Elopere. Mereka ditangkap setelah mengibarkan bendera Bintang Kejora saat aksi unjuk rasa di depan Istana Negara pada Agustus 2019 lalu.

Anggota tim lainnya, Tigor Hutapea, mengatakan salah satu dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan polisi adalah ketika menangkap keenam orang itu. Ia mengatakan keenam kliennya itu sedang berada di asrama Lani Jaya Depok Pada 30 Agustus 2019. Kemudian, sekitar pukul 19.30 WIB, datang kurang lebih 50 orang polisi berpakaian preman yang memaksa masuk asrama.

Advertising
Advertising

Puluhan polisi itu, kata Tigor, diduga tak menggunakan dan memperlihatkan tanda pengenal. Mereka ditengarai masuk dengan cara kekerasan sambil membawa senjata laras pendek. "Mereka menodongkan pistol dan mencekik leher Andius, Akim, Aseir, Michael dan Etias," ujar Tigor ketika dihubungi Ahad, 1 Desember 2019.

Ia juga mengatakan puluhan anggota polisi tersebut tak memberikan surat penangkapan seperti yang seharusnya dilakukan. Mereka hanya membacakan dan langsung melakukan penangkapan. "Itu saja sudah melanggar. Secara prosedur, mereka berhak diberikan surat penangkapan," kata Tigor.

Sementara untuk proses penggeledahan, kata Tigor, para anggota kepolisian juga diduga tak memperlihatkan surat izin penggeledahan. Padahal, seharusnya sebelum menggeledah, anggota polisi harus memperlihatkan surat izin penggeledahan yang sudah disetujui oleh ketua pengadilan.

"Tidak ada surat izin, tidak melibatkan RT dan RW. Bahkan, ada proses kekerasan dan intimidasi. Klien saya mendapat ujaran rasis. Hp mereka diperiksa tanpa izin," ucap Tigor.

Tigor menjelaskan, tindakan penggeledahan dan perampasan barang yang dilakukan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 33 ayat (4) KUHAP.

Menurut Tigor, penetapan tersangka Surya Anta dan lima rekannya juga ditengarai tanpa ada pemeriksaan saksi dan gelar perkara. Ia mengatakan, berdasarkan aturan ihwal manajemen penyidikan, seharusnya ada proses pemanggilan terhadap terlapor, pemeriksaan saksi, dan gelar perkara, serta dua alat bukti yang cukup dan sah, sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Tapi ini tidak. Kurang dari 24 jam sudah jadi tersangka. Pihak keluarga Ambrosius Mulait pun hingga sekarang tidak mendapatkan surat pemberitahuan penangkapan dan penahanan," kata Tigor.

Berangkat dari kejanggalan ini, Michael beserta tim mengajukan sidang praperadilan dengan tergugat Kepolisian Daerah Metro Jaya. "Tapi dua kali pihak PMJ (Polda Metro Jaya) mangkir," kata Michael menambahkan.

Selain itu, proses pemindahan keenam tahanan dari Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya ke Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, juga diduga menyalahi prosedur. Sebab pemindahan tahanan dilakukan oleh kepolisian. Padahal dalam Pasal 84 dan 85 KUHAP, yang mengatur pemindahan tahanan sebagai wewenang pengadilan negeri atau kejaksaan.

"Bahkan berkas tahap satu mereka sudah P21 juga tidak diberitahu kepada kami atau pihak keluarga," ucap Michael.

Sementara itu, polisi berdalih, pemindahan tahanan dilakukan lantaran alasan keamanan. Bahkan setelah pihak keluarga tujuh tahanan politik itu meminta agar kerabatnya dipulangkan, kepolisian secara tegas menolak.

"Iya (menolak) tentunya dengan penjelasan bahwa ini untuk keamanan bersama di sana," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra pada 7 Oktober 2019.

Perkembangan terbaru, Asep mengatakan berkas perkara Agus Kossay dan enam lainnya sudah rampung. Baik berkas tahap satu maupun berkas tahap dua, sudah diserahkan ke kejaksaan. "Sampai dengan hari ini bahwa kasusnya sudah P21, dan kemudian sudah tahap dua juga, dan diserahkan ke pihak kejaksaan," ucap Asep pada 28 November 2019.

Berita terkait

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

8 jam lalu

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengakui sistem noken pada pemilu 2024 agak aneh. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Papua Rekomendasikan Pasukan Tambahan ke Intan Jaya Bukan Orang Baru

10 jam lalu

Komnas HAM Papua Rekomendasikan Pasukan Tambahan ke Intan Jaya Bukan Orang Baru

Komnas HAM Papua berharap petugas keamanan tambahan benar-benar memahami kultur dan struktur sosial di masyarakat Papua.

Baca Selengkapnya

5 Fakta Bentrok TPNPB-OPM vs TNI-Polri di Intan Jaya, SD Dibakar Hingga Warga Pogapa Diusir

13 jam lalu

5 Fakta Bentrok TPNPB-OPM vs TNI-Polri di Intan Jaya, SD Dibakar Hingga Warga Pogapa Diusir

TPNPB-OPM mengaku bertanggung jawab atas pembakaran SD Inpres Pogapa di Distrik Homeyo, Intan Jaya pada Rabu lalu,

Baca Selengkapnya

Kondisi Paniai Usai TPNPB-OPM Serang Patroli TNI, Kapolres: Relatif Aman

17 jam lalu

Kondisi Paniai Usai TPNPB-OPM Serang Patroli TNI, Kapolres: Relatif Aman

Kapolres Paniai mengatakan, warga kampung Bibida yang sempat mengungsi saat baku tembak OPM dan TNI, sudah pulang ke rumah.

Baca Selengkapnya

Usai Penembakan oleh OPM, Polda Papua: Situasi Paniai Sudah Aman

21 jam lalu

Usai Penembakan oleh OPM, Polda Papua: Situasi Paniai Sudah Aman

Polda Papua menyatakan situasi di Kabupaten Paniai kembali aman paska penembakan OPM terhadap anggota TNI yang berpatroli.

Baca Selengkapnya

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

1 hari lalu

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

Komnas HAM Papua menyatakan permintaan TPNPB-OPM bukan sesuatu yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Jepang Kucurkan Bantuan untuk Petani Skala Kecil di Papua

1 hari lalu

Jepang Kucurkan Bantuan untuk Petani Skala Kecil di Papua

Bantuan Jepang ini ditujukan untuk meningkatkan kehidupan petani skala kecil dan usaha perikanan di Papua

Baca Selengkapnya

Kata Warga soal Permintaan TPNPB-OPM untuk Tinggalkan Kampung Pogapa Intan Jaya: Konyol Itu

1 hari lalu

Kata Warga soal Permintaan TPNPB-OPM untuk Tinggalkan Kampung Pogapa Intan Jaya: Konyol Itu

Masyarakat Intan Jaya, Papua Tengah, menolak permintaan TPNPB-OPM untuk meninggalkan kampung Pogapa, Intan Jaya, yang merupakan daerah konflik.

Baca Selengkapnya

Alasan TPNPB Bakar Gedung SD Inpres Papua: Digunakan Militer Indonesia

1 hari lalu

Alasan TPNPB Bakar Gedung SD Inpres Papua: Digunakan Militer Indonesia

TPNPB mengaku bertanggung jawab atas pembakaran sebuah gedung SD Inpres Pogapa di Distrik Homeyo, Intan Jaya, Papua

Baca Selengkapnya

TNI Benarkan Ada Serangan TPNPB, Bantah Ada Prajurit yang Luka

1 hari lalu

TNI Benarkan Ada Serangan TPNPB, Bantah Ada Prajurit yang Luka

Kodam XVII/Cenderawasih membenarkan ada serangan dari TPNPB kepada Satgas Yonif 527/BY yang sedang berpatroli di Kampung Bibida, Paniai, Papua

Baca Selengkapnya