Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menaburkan bunga diatas peti mati KPK, di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 13 September 2019. Aksi ini digelar setelah tiga pimpinan KPK mengembalikan mandat kepada Presiden Jokowi. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Presiden Joko Widodo semakin tak memiliki komitmen memberantas korupsi. Peneliti ICW Kurnia Ramadhan menyampaikannya seusai mengetahui adanya pemberian grasi oleh Jokowi kepada terpidana perkara korupsi Annas Maamun.
"Sedari awal Presiden memang sama sekali tidak memiliki komitmen antikorupsi yang jelas. Narasi anti korupsi yang diucapkan oleh Presiden itu hanya omong kosong belaka," ujar Kurnia dalam keterangan tertulis, Selasa, 26 November 2019. Tak hanya soal grasi kepada Annas, berikut sejumlah alasan ICW menilai Jokowi tak serius bersihkan korupsi:
Grasi Annas Maamun
Jokowi memberikan grasi atau pengampunan Annas Maamun. Grasi itu dimuat dalam Keputusan Presiden Nomor 23/G tahun 2019 tanggal 25 Oktober 2019. "Grasi yang diberikan presiden berupa pengurangan jumlah pidana dari penjara tujuh tahun menjadi pidana penjara selama enam tahun," kata Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kemenkumham Ade Kusmanto, Selasa, 26 November 2019. Annas akan bebas pada 3 Oktober 2020.
Pilih Pimpinan KPK Bermasalah
ICW menilai proses seleksi dan pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 seperti sebuah rencana besar. Menurut Kurnia, banyak catatan negatif yang dibiarkan berbagai pihak sejak tahap awal seleksi capim KPK hingga pemilihan Inspektur Jenderal Firli Bahuri pada 13 September 2019.
"Artinya, proses yang terjadi di Pansel Capim KPK, termasuk sikap politik Presiden Jokowi kemarin, dengan apa yang terjadi di DPR RI adalah sebuah proses yang seirama seolah menjadi bagian dari rencana besar," kata Kurnia melalui keterangan tertulisnya. Ia semakin pesimistis pemberantasan korupsi di Indonesia akan semakin jauh dari harapan.<!--more-->
Dukung Revisi UU KPK
ICW menuding Jokowi ingkar janji lagi setelah menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ke DPR. "Dengan menyepakati revisi UU KPK usulan dari DPR ini, rasanya Nawa Cita sama sekali tidak terlihat," kata Kurnia.
Nawa Cita adalah janji politik Jokowi saat maju sebagai presiden tahun 2014. Di antara sembilan janji itu, salah satu di antaranya adalah menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya. Masalahnya, kata Kurnia, banyak yang merasa revisi UU KPK berkebalikan dari slogan itu. Revisi UU KPK justru memperlemah KPK dan membikin penegakan hukum semakin loyo menghadapi korupsi.
Tak Keluarkan Perpu KPK
Sikap Jokowi yang menunda mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang KPK atau Perpu KPK juga dikecam ICW. Kurnia pun mempertanyakan sikap Jokowi yang hingga kini belum menerbitkan Perpu KPK. Padahal, menurut ICW, penerbitan perpu itu penting untuk menganulir perubahan UU KPK yang dinilai melemahkan.
"Seakan Presiden tidak mendengarkan suara penolakan revisi UU KPK yang sangat masif didengungkan oleh berbagai elemen masyarakat di seluruh Indonesia," kata Kurnia Ramadhana pada 8 Oktober 2019. ICW mengingatkan Jokowi bahwa sedikitnya ada 10 konsekuensi dari perubahan UU KPK terhadap kerja pemberantasan korupsi hingga citra pemerintahan di mata dunia.