Ada Isu Pemakzulan, Jokowi Kini Dinilai Ragu Terbitkan Perpu KPK
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 4 Oktober 2019 19:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai, belakangan banyak suara-suara sumbang yang menyebabkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi terlihat mulai ragu-ragu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perpu KPK.
Sikap Jokowi saat ini, ujar Bivitri, berbeda dengan saat Presiden berbicara dengan 41 tokoh, cendekiawan, dan budayawan di Istana Negara pada 26 September lalu. "Terlihat ragu-ragu sekarang. Padahal waktu itu pak Jokowi semangat sekali dan sepakat dengan kami bahwa revisi UU KPK itu jauh dari harapan beliau juga," ujar Bivitri dalam sebuah acara diskusi bertajuk 'Mengapa Perpu KPK Perlu?' di bilangan Menteng, Jakarta pada Jumat, 4 Oktober 2019.
Bivitri menduga, sikap Jokowi ini tak terlepas dari suara-suara sumbang yang didengar presiden soal bayang-bayang pemakzulan jika mengeluarkan Perpu KPK. "Beberapa hari belakangan, muncul opini yang bisa menyesatkan publik maupun Presiden Jokowi," ujar dia.
Bivitri menegaskan, dalam sistem presidensial, kedudukan presiden sangat kuat. Presiden tak akan jatuh selain karena pelanggaran berat dan pidana yang berat, yang diatur dalam Pasal 7A UUD 1945. Itu pun melalui proses di Mahkamah Konstitusi.
"Dikeluarkannya Perpu merupakan langkah konstitusional menurut pertimbangan subjektif presiden, sehingga tidak akan dapat digunakan untuk menjatuhkan presiden," kata dia.
Lagipula, ujar Bivitri, telah terpenuhi tiga syarat mengeluarkan Perpu sesuai Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010, yakni: Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu cukup lama.