Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 25 Juni 2019. KPK kembali menetapkan bekas Bupati Bogor Rahmat Yasin sebagai tersangka korupsi biaya operasional serta biaya kampanye pemilihan kepala daerah dan legislatif tahun 2013-2014 selain itu ia diduga menerima gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol dan mobil Toyota Velfire senilai Rp 825 juta. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta-Komisi Pemberantasan Korupsi enggan menanggapi polemik penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu KPK. Juru bicara KPK Febri Diansyah menyatakan akan menunggu keputusan akhir yang akan dilakukan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait penerbitan Perpu tersebut.
“KPK tidak dalam posisi untuk menanggapi, kami menunggu hasil finalnya saja,” kata Febri di kantornya, Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2019.
Dia menyatakan saat ini KPK tetap berfokus memberantas korupsi baik dalam hal penindakan atau pencegahan. Ia mengatakan lembaganya menyerahkan secara penuh rencana penerbitan itu kepada Presiden. “Saya kira itu kuncinya di presiden,” kata dia.
Wacana penerbitan Perpu KPK mencuat setelah Jokowi bertemu dengan 41 tokoh nasional di Istana Negara, Kamis, 26 September 2019. Mayoritas tokoh berpendapat penolakan publik terhadap UU KPK hasil revisi bisa menjadi landasan diterbitkannya perpu.
Rencana penerbitan Perpu itu didukung oleh partai-partai oposisi seperti Partai Amanat Nasional, Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera. Namun, partai koalisi pendukung pemerintah meminta Jokowi menjadikan penerbitan Perpu KPK sebagai opsi terakhir untuk menyelesaikan polemik di masyarakat.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bahkan mengatakan Jokowi dan sejumlah parpol pengusung telah bersepakat menolak mengeluarkan perpu. “Jelas presiden bersama seluruh partai pengusung mempunyai satu bahasa yang sama, untuk sementara enggak ada, belum terpikirkan mengeluarkan perpu,” kata dia di Kompleks DPR, Jakarta, 2 Oktober 2019.