Bersengketa Lahan dengan TNI, Petani Kebumen Surati PBNU
Reporter
Fikri Arigi
Editor
Endri Kurniawati
Kamis, 12 September 2019 11:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Petani Urutsewu, Kebumen, Jawa Tengah mengirim surat kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berkeluh kesah tentang sengketa lahan mereka dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sejak 2011. “Sejak tahun 2011, kami berjuang agar apa yang menjadi hak kami dapat dikembalikan.” Ketua Forum Petani Paguyuban Kebumen Selatan (FPPKS), Seniman Marto Dikromo menulis dalam surat yang didapat Tempo, Kamis 12 September 2019.
Dalam surat bertanggal 11 September 2019, Marto menyatakan tanah sengketa itu sumber penghidupan dan aktivitas warga di kawasan pesisir selatan Urutsewu. Namun TNI mengklaim tanah itu lahan latihan tembak.
Menurut Marto TNI sudah menggunakan tempat latihan menembak sejak 1982. Warga merasa tak dihormati dengan tindakan sewenang-wenang itu. Sebab tanah itu menurutnya memang milik masyarakat Urutsewu sejak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia (RI). “Bukti sertifikat semuanya ada.”
Warga sudah berulangkali menyampaikan persoalan itu dalam berbagai forum. Seperti mediasi dengan bupati, komandan KODIM setempat, serta Komnas HAM. Namun belum cukup membuat sikap TNI melunak.
Puncaknya pada Rabu 11 September kemarin, saat mereka berusaha menghentikan proses pemagaran di Desa Brencong, Kebumen, Jawa Tengah, mereka mendapat perlakuan kekerasan dari TNI. Video pemukulan TNI kepada petani ini sempat tersebar. Sebanyak 16 petani terluka akibat pukulan itu.
Mereka berharap NU dapat membantu mereka menuntaskan sengketa lahan itu. “Terkhusus kepada NU secara organisasi untuk dapat membantu kami dalam menyelesaikan masalah ini agar apa yang kami perjuangkan mendapat keberhasilan.”
TNI tidak membantah menggebuki para petani. Kapendam IV/ Diponegoro Letkol (Kav.) Susanto menyatakan dalam sengketa lahan itu aparat memukul penduduk karena enggan dikendalikan.
"Pengusiran warga dilakukan aparat dengan tindakan keras di lapangan karena masyarakat tidak mau meninggalkan area tersebut." Susanto, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis 12 September 2019.