Menolak Revisi UU KPK, Kata Kapitra Ampera: Itu Makar

Reporter

Caesar Akbar

Selasa, 10 September 2019 06:15 WIB

Kapitra Ampera (Kiri), bersama Hasto Kristiyanto (tengah) dan Idham Samawi dalam acara penyerahan dokumen persyaratan caleg di Gedung DPP PDIP, Jakarta, Selasa, 24 Juli 2018. TEMPO/Ryan Dwiky Anggriawan.

TEMPO.CO, Jakarta - Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP Kapitra Ampera menyoroti penolakan terhadap revisi UU KPK oleh berbagai kalangan.

Kapitra Ampera menyebut menolak rancangan undang-undang versi DPR terrsebut sama dengan tindakan makar.

"Fenomena penolakan revisi Undang-undang KPK, yang mana dapat dikatagorikan sebagai perbuatan makar karena hak legislasi pembuatan Undang-undang ada pada DPR bersama dengan Presiden," ujarnya dalam keterangan tertulis pada Senin, 9 September 2019.

Menurut mantan pengacara bos FPI Rizieq Shihab itu, KPK sejatinya hadir karena undang-undang maka harus tunduk kepada beleid yang ada. Maka apabila ada kelompok yang menilai revisi UU KPK bertentangan dengan konstitusi seharusnya mereka mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Kapitra Ampera melanjutkan, jika undang-undang tertentu dianggap bertentangan dengan undang-undang lainnya maka publik bisa mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung.

Dia menilai jalan itulah yang konstitusional dan demokratis di negara yang berdasarkan hukum dan demokrasi seperti Indonesia.

Jadi bukan dengan menggalang people power ketika lembaga atau institusi negara menjalankan fungsinya."

Bahkan, Kapitra Ampera mengatakan penggalangan massa untuk menolak revisi UU KPK adalah bentuk 'subversif ala now' serta preseden buruk yang mencederai hukum dan demokrasi.

Kapitra Ampera menganggap tujuan revisi UU KPK untuk kepentingan pemberantasan korupsi, penguatan KPK, penegakan prinsip keadilan, dan kepastian hukum bagi semua pihak.

Revisi UU KPK dapat menjadikan KPK dan masyarakat berada pada posisi yang seimbang. Kapitra pun berpendapat revisi UU KPK juga akan memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.

Salah satu poin penting dari revisi UU KPK, Kapitra Ampera menjelaskan, adalah dimasukkannya kententuan pembentukan Dewan Pengawas KPK. "Idealnya tidak ada satu lembaga pun yang boleh luput dari pengawasan karena kekuasaan yang tidak diawasi berpotensi abuse of power."

Dewan Pengawas KPK dianggapnya akan menguatkan KPK lantaran lembaga antirasuah bisa bertindak secara independen dan menjaga profesionalitas internal.

Soal pemberian kewenangan penerbitan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) terbatas, menurut Kapitra Ampera, harus dilakukan demi kepastian hukum dan rasa keadilan.

"Selama ini KPK tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan SP3, sehingga orang tersebut akan terus menjadi tersangka seumur hidup, meskipun KPK sendiri tidak dapat menindaklanjuti perkaranya secara hukum," tutur Kapitra Ampera.

CAESAR AKBAR

Berita terkait

Dema Justicia FH UGM Merilis Catatan Kritis 10 Tahun Kepemimpinan Jokowi: Rapor Merah Sang Raja Jawa

12 hari lalu

Dema Justicia FH UGM Merilis Catatan Kritis 10 Tahun Kepemimpinan Jokowi: Rapor Merah Sang Raja Jawa

Pada 20 Oktober 2024, saat pelantikan Prabowo-Gibran, Departemen Kajian Strategis dan Kebijakan Dema Justicia FH UGM merilis catatan kritis untuk Presiden Jokowi

Baca Selengkapnya

Edisi 10 Tahun Jokowi: Biang Keladi Pelemahan KPK dan Loyalitas Ganda Pegawai

29 Juli 2024

Edisi 10 Tahun Jokowi: Biang Keladi Pelemahan KPK dan Loyalitas Ganda Pegawai

Jokowi sempat memberi harapan kepada publik akan peningkatan pemberantasan korupsi di masa awal ia menjabat. Namun, semua berubah

Baca Selengkapnya

Revisi UU KPK Dinilai Jadi Biang Kerok Sepinya Pendaftar Capim KPK

15 Juli 2024

Revisi UU KPK Dinilai Jadi Biang Kerok Sepinya Pendaftar Capim KPK

Revisi UU KPK membuat lembaga pemberantasan korupsi ini menjadi bagian dari eksekutif dan membuatnya tidak independen. Sepinya pendaftar capim KPK.

Baca Selengkapnya

Setuju Revisi UU KPK, Alexander Marwata Usulkan Dewas KPK Seperti Komisi Kejaksaan atau Kompolnas

12 Juni 2024

Setuju Revisi UU KPK, Alexander Marwata Usulkan Dewas KPK Seperti Komisi Kejaksaan atau Kompolnas

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengusulkan kedudukan Dewas KPK seperti Komjak atau Kompolnas dalam revisi UU KPK.

Baca Selengkapnya

PDIP Mendorong Revisi UU KPK, Ini Alasannya

7 Juni 2024

PDIP Mendorong Revisi UU KPK, Ini Alasannya

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto membuka peluang dilakukan revisi UU KPK.

Baca Selengkapnya

Rencana Peleburan KPK dengan Ombudsman, IM57+ Institute: Skenario Besar sejak Revisi UU KPK

3 April 2024

Rencana Peleburan KPK dengan Ombudsman, IM57+ Institute: Skenario Besar sejak Revisi UU KPK

Ketua IM57+ Institute mengatakan dengan peleburan itu, KPK akan betul-betul dimusnahkan dari sisi core business-nya, yaitu penindakan.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Rutannya Sendiri, Eks Penyidik: Dampak Revisi UU KPK

3 Maret 2024

KPK Geledah Rutannya Sendiri, Eks Penyidik: Dampak Revisi UU KPK

Eks Penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mendesak tersangka pungli di rutan KPK dipecat

Baca Selengkapnya

Kasus Pungli di Rutan KPK, ICW: Sanksi 78 Pegawai Minta Maaf Dampak Buruk dari Revisi UU KPK

21 Februari 2024

Kasus Pungli di Rutan KPK, ICW: Sanksi 78 Pegawai Minta Maaf Dampak Buruk dari Revisi UU KPK

ICW memberi tiga rekomendasi atas putusan Dewas terhadap pelaku pungli di rutan KPK.

Baca Selengkapnya

Cawapres Mahfud Md Ingin Kembalikan UU KPK Lama, Begini Sejarah Terbentuknya KPK

17 Januari 2024

Cawapres Mahfud Md Ingin Kembalikan UU KPK Lama, Begini Sejarah Terbentuknya KPK

Pembicaraan tentang KPK telah muncul sejak era Presiden Presiden BJ Habibie. Namun baru terlaksana pada 2002 saat Pemerintahan Megawati Soekarnoputri.

Baca Selengkapnya

Napi Korupsi Juliari Batubara dkk Dapat Remisi, Begini Kata Novel Baswedan dan ICW: Kemenangan Para Koruptor

5 Januari 2024

Napi Korupsi Juliari Batubara dkk Dapat Remisi, Begini Kata Novel Baswedan dan ICW: Kemenangan Para Koruptor

Napi korupsi kian sering mendapatkan remisi sejak PP Nomor 99/2012 dibatalkan MA, terakhir Juliari Batubara dkk. Begini kata Novel Baswedan dan ICW.

Baca Selengkapnya