Ryamizard Sebut 3 Persen TNI Radikal, Pengamat Terorisme: Blunder
Reporter
Friski Riana
Editor
Syailendra Persada
Kamis, 20 Juni 2019 11:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat terorisme dan intelijen, Harits Abu Ulya, mempertanyakan pernyataan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang menyebut ada 3 persen anggota TNI terpapar radikalisme. "Yang menjadi masalah dan blunder adalah ketika pernyataan itu meski berbasis data namun substansinya masih menjadi perdebatan," kata Abu dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 20 Juni 2019.
Baca: Pancasila Tergerus, Ryamizard: TNI Penjaga Ideologi Negara
Ryamizard sebelumnya menyatakan keprihatinannya terhadap sekelompok orang yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah. Bahkan, kata dia, ada 3 persen anggota TNI aktif yang terpengaruh radikalisme. Hal itu ia sampaikan dalam sambutannya saat acara halalbihalal Mabes TNI yang dilangsungkan di GOR Ahmad Yani Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu, 19 Juni 2019.
Abu mengatakan Ryamizard perlu menjelaskan ke publik soal konsepsi yang diadopsi tentang hakikat radikal dan radikalisme. Kemudian, Ryamizard juga harus menjelaskan tolak ukur atau parameter seseorang khususnya anggota TNI itu telah terpapar radikalisme. "Karena ini dua point substansi yang krusial, jangan sampai ada cacat paradigma dan ambiguitas tolak ukur," katanya.
Menurut Abu, bisa saja anggota TNI aktif di sela-sela waktunya di luar dinas atau tugas, ia rajin memperdalam pengetahuan agamanya. Di luar kewajiban ibadah ritual, anggota TNI itu bisa saja belajar dan rajin hadir di majelis-majelis taklim atau belajar kepada para ulama.
Bisa juga ketika masuk lebih dalam pada pembahasan politik dalam Islam akan menemukan topik-topik jihad, pemerintahan dan sebagainya yang hakikatnya itu bagian integral dari ajaran Islam. "Apakah kemudian seseorang yang belajar itu dianggap terpapar radikalisme?"
Baca: Halal Bihalal TNI, Ryamizard: Pancasila Makin Tergerus Khilafah
Publik, kata Abu, berharap para pejabat pemangku kepentingan itu bijak, dan tidak membabi buta terseret isu radikalisme. Di balik getolnya isu radikalisme yang diumbar di ruang publik, Abu memahami secara implisit bahwa ada upaya untuk menyudutkan ajaran Islam dan mencurigai kekuatan Islam politik. "Jika demikian ini akan menjadi blunder politik yang tak berujung," kata dia.
Baca juga: 74 Tahun Merdeka: Peran TNI di Era Presiden Jokowi Kebablasan?