Pemilu 2019 Panas, Penyelenggara Negara Diserukan Jaga Integritas
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Zacharias Wuragil
Sabtu, 13 April 2019 00:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan yang menamakan diri Rumah Indonesia menyerukan tiga maklumat menjelang pelaksanaan pemilu serentak 17 April 2019. Seruan lantaran panasnya pelaksanaan Pemilu 2019 yang dianggap telah menyebabkan masyarakat terbelah.
“Kita menghadapi kegentingan situasi. Sejak era Orde Baru, Republik Indonesia belum pernah mengalami keterbelahan yang massif seperti sekarang,” kata satu di antara deklarator gerakan Rumah Indonesia, Ichsan Loulembah, lewat keterangan tertulis, Jumat malam 12 April 2019.
Seruan Rumah Indonesia adalah, pertama, agar penyelenggara negara bisa menjaga integritas dan tidak terlibat dalam kontestasi politik. Menurut Ichsan, kekuasaan harus dijalankan untuk menjamin keselamatan rakyat dalam menggunakan hak pilihnya.
Seruan kedua, mengajak seluruh masyarakat menggunakan hak pilihnya, serta melawan praktik politik uang, intimidasi, dan kebohongan. “Sehingga keputusan rakyat nantinya menjadi rahim bagi suatu pemerintahan yang bekerja dalam garis konstitusi dan dasar negara Pancasila,” ujar Ichsan.
ichsan yang juga mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah RI itu mengungkap seruan ketiga atau terakhir, yakni mengajak seluruh elemen bangsa untuk bergabung dan bekerja sama mengatasi keterbelahan. "Untuk menjaga keselamatan dan keutuhan bangsa," katanya.
Rumah Indonesia adalah gerakan yang dideklarasikan oleh penggiat, akademisi, jurnalis, dan tokoh masyarakat untuk mencegah konflik usai Pemilu 2019. Selain Ichsan, ada 31 tokoh lainnya yang menjadi deklarator gerakan ini, di antaranya jurnalis senior Dadang RHS, penulis Salim Said, dan dosen Universitas Indonesia Firmanzah.
Ichsan menuturkan maklumat lalu muncul karena keprihatinan mengenai panas dan tidak sehatnya kondisi masyarakat menjelang Pemilu kali ini. Menurut dia, kondisi itu muncul lantaran panjangnya masa kampanye yang sampai tujuh bulan, dan narasi politik dari dua kubu calon presiden yang menciptakan keterbelahan sosial-politik. “Ini tidak mudah dipulihkan,” kata dia.
Kondisi itu, kata dia, diperparah dengan lembaga negara yang diragukan bisa menjadi penyangga atas eskalasi politik yang kian meningkat. Pers, cendikiawan dan agamawan, kata dia, juga turut terlibat dalam pusaran pertarungan politik Pemilu 2019. “Padahal mereka diharapkan mencerahkan moral publik.”