Mahyudin: Tak Korupsi Adalah Cara Menyelamatkan Bangsa
Senin, 18 Maret 2019 09:58 WIB
INFO NASIONAL--Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Mahyudin menyebut banyaknya wakil rakyat, kepala daerah, dan ketua partai politik (parpol) yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan akibat politik berbiaya tinggi. “Meski biaya politik tinggi, tidak bisa dijadikan alasan pembenaran untuk melakukan tindakan melanggar hukum,” ujarnya saat melakukan sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika di Samarinda, Kalimantan Timur, 17 Maret 2019.
Mahyudin menegaskan seharusnya tokoh-tokoh parpol dan wakil rakyat menjadi contoh serta teladan bagi masyarakat. "Saya prihatin bila ada wakil rakyat, kepala daerah, dan ketua parpol kena OTT. Saya berharap tak ada lagi kejadian OTT," ucapnya. Pria asal Kalimantan itu menegaskan agar politikus dan pejabat menghentikan berbagai praktik korupsi. "Berhenti korupsi merupakan salah satu cara menyelamatkan bangsa," tuturnya.
Berpolitik dengan biaya murah, menurut Mahyudin, bisa dilakukan dengan pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional tertutup. Cara ini pemilih mencoblos parpol sehingga caleg yang ada tidak berkompetisi habis-habisan. Diakui konsekuensi dari model ini adalah parpol yang menanggung biaya kampanye. "Nah, ini menjadi problem baru," ujarnya.
Untuk menghindari politik berbiaya tinggi, Mahyudin menyarankan negara seharusnya mengeluarkan biaya pembinaan kepada parpol. "Termasuk membiayai saksi-saksi saat pemilu," tutur alumni Universitas Lambung Mangkurat itu. Bila negara ikut membiayai kampanye, akan melahirkan politik biaya murah.
Mahyudin mencontohkan, di Australia, ada dana pembinaan bagi parpol. Satu suara dihargai A$ 2. "Di Indonesia, baru Rp 150," katanya. Bila ada parpol mendapat 1 juta suara, ia baru mendapat Rp 150 juta. "Uang sebanyak ini tak cukup untuk membiayai operasional parpol," tuturnya.
Diakui di lapangan juga ada faktor nyata yang membuat biaya politik menjadi mahal. Pendidikan masyarakat mayoritas belum tinggi, masih banyak lulusan SD. Mahyudin mengatakan demokrasi di Indonesia akan berbeda bila pendidikan masyarakat mayoritas sarjana.
Selain tingkat pendidikan yang belum menggembirakan, faktor ekonomi yang belum mapan juga membuat biaya politik menjadi mahal. "Ketika masyarakat miskin, pemilu menjadi tak efektif," ujarnya. Kondisi yang demikian akan melahirkan money politik. "Money politic akan melahirkan pemimpin yang tak berintegritas," ujarnya. (*)