KIP Sebut Belum Ada Koordinasi Soal Pembukaan Data HGU dengan BPN

Reporter

Friski Riana

Editor

Juli Hantoro

Selasa, 26 Februari 2019 08:38 WIB

Petani meneriakkan slogan saat berdemo menolak perpanjangan Hak Guna Usaha di Halaman Gubernur Jawa Tengah, Semarang, 29 Maret 2016. PT Rumpun Sari Medini menggarap lahan HGU di Kabupaten Semarang dan Temanggung. TEMPO/Budi Purwanto

TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP), Gede Narayana, mengatakan belum ada koordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengenai pembukaan data kepemilikan hak guna usaha atau HGU. "Kami koordinasi banyak. Tapi kalau terkait HGU, secara khusus dalam waktu dekat kemarin-kemarin belum ya, atau mau akan kali," kata Gede saat dihubungi Tempo, Senin, 25 Februari 2019.

Baca juga: Greenpeace: Kementerian Agraria Belum Mau Membuka Data HGU

Gede menuturkan, dalam sejumlah putusan KIP maupun Komisi Informasi di daerah sudah banyak menyatakan bahwa HGU merupakan informasi yang terbuka untuk publik. Sebab, berdasarkan Pasal 11 UU Keterbukaan Informasi Publik, informasi yang wajib tersedia adalah perjanjian badan publik dengan pihak ketiga. "ATR ini kan badan publik. Nah, pada prosesi HGU, menurut UU KIP terkait Pasal 11 itu perjanjian dengan pihak ketiga, artinya badan publik dengan pihak ketiga, konsesi dibuka, tersedia setiap saat," ujarnya.

Menurut Gede, adanya desakan untuk membuka kepemilikan dokumen HGU menandakan bahwa badan publik dituntut untuk transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, kata dia, masyarakat berhak mendapatkan informasi akurat dan tidak menyesatkan karena dilindungi Pasal 28f Undang-Undang Dasar.

Pasal tersebut berbunyi: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Advertising
Advertising

Dalam video yang diunggah Greenpeace di akun Twitternya @GreenpeaceID, lembaga swadaya masyarakat itu menyatakan sektor sumber daya alam masih rawan dikorupsi. Mengutip data Komisi Pemberantasan Korupsi, Greenpeace menyatakan potensi kerugian negara di sektor kehutanan sepanjang 2003-2014 mencapai Rp 799 triliun.

Salah satu sebabnya adalah lemahnya pengawasan dan tidak transparannya kepemilikan HGU. Greenpeace menyatakan untuk mengurangi kerawanan itu pemerintah harus membuka dokumen HGU kepada publik. "53 ribu petisi online belum bisa membuat pemerintah membuka dokumen itu kepada publik."

Padahal Mahkamah Agung telah mewajibkan Badan Pertanahan Nasional untuk membuka informasi HGU kepada publik. Greenpeace menyatakan transparansi dokumen HGU sejalan dengan pembaruan agraria, kebijakan satu peta, dan gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam yang diinisiasi KPK.

Baca juga: Jokowi Singgung Pengembalian Tanah, Pramono: Itu Semacam Imbauan

Menurut Greenpeace, bila informasi HGU dibuka, akuntabilitas negara dalam penerbitan HGU dapat meningkat. Selain itu, masyarakat juga dapat ikut mengawasi terjadinya korupsi sektor sumber daya alam yang berkelindan dengan deforestasi.

Kepala Bagian Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Horison Mocodompis, mengatakan bahwa kementeriannya siap membuka data kepemilikan sertifikat hak guna usaha atau HGU kepada publik. "Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan atau ketentuan undang-undang mengenai hak privat pemegang hak," kata Horison.

Horison mengatakan kementeriannya masih berkoordinasi dengan Komisi Informasi Pusat dan Kementerian Koordinator Perekonomian untuk membuka data HGU. Namun, ia belum mengetahui perkembangan koordinasi itu sudah sejauh mana. "Nanti saya cek sudah sampai di mana prosesnya," katanya pada 21 Februari lalu.

Berita terkait

Gibran Bakal Evaluasi KIS dan KIP Agar Lebih Tepat Sasaran

9 hari lalu

Gibran Bakal Evaluasi KIS dan KIP Agar Lebih Tepat Sasaran

Gibran Rakabuming Raka menyebut akan mengevaluasi program Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) agar lebih tepat sasaran.

Baca Selengkapnya

Kapal Wisata Tenggelam di Pulau Kanawa Labuan Bajo, Ini Profil Destinasi Wisata Bulan Madu di NTT

27 hari lalu

Kapal Wisata Tenggelam di Pulau Kanawa Labuan Bajo, Ini Profil Destinasi Wisata Bulan Madu di NTT

Kapal wisata White Pearl tenggelam di sekitar Pulau Kanawa, Labuan Bajo, NTT, pada Jumat, 5 April 2024. Berikut profil Pulau Kanawa

Baca Selengkapnya

Badan Bank Tanah dalam Pusaran Pembangunan IKN Nusantara, Apa Fungsi dan Wewenang Bank Tanah?

41 hari lalu

Badan Bank Tanah dalam Pusaran Pembangunan IKN Nusantara, Apa Fungsi dan Wewenang Bank Tanah?

Surat peringatan Badan Bank Tanah kepada warga di area IKN mendapat sorotan. Apa sebenarnya fungsi dan wewenang Bank Tanah ini?

Baca Selengkapnya

Pendaftaran UTBK SNBT Dibuka Hari Ini, Berikut Hal-hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Mendaftar

43 hari lalu

Pendaftaran UTBK SNBT Dibuka Hari Ini, Berikut Hal-hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Mendaftar

Pendaftaran UTBK SNBT 2024 dibuka pada hari ini, Kamis, 21 Maret 2024. Simak hal penting berikut sebelum mendaftar UTBK SNBT.

Baca Selengkapnya

Pakar Sarankan KPU Buka Isi Perjanjian dengan Alibaba, Ini Alasannya

45 hari lalu

Pakar Sarankan KPU Buka Isi Perjanjian dengan Alibaba, Ini Alasannya

Pemohon juga meminta rincian layanan Alibaba Cloud yang digunakan oleh KPU.

Baca Selengkapnya

KPU Mangkir di Sidang KIP soal Real Count hingga Server Pemilu 2024

46 hari lalu

KPU Mangkir di Sidang KIP soal Real Count hingga Server Pemilu 2024

Yakin sebelumnya menggugat KPU untuk membuka informasi data mentah real count Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Jokowi Minta Tanah IKN Dijual ke Investor, Berapa Harga per Meter?

50 hari lalu

Jokowi Minta Tanah IKN Dijual ke Investor, Berapa Harga per Meter?

Presiden Joko Widodo atau Jokowi minta tanah di IKN dijual ke investor. Lantas berapa harga per meternya?

Baca Selengkapnya

Diduga Minta Fee Rp 25 Miliar, Ini Peran Bahlil di Izin Tambang

57 hari lalu

Diduga Minta Fee Rp 25 Miliar, Ini Peran Bahlil di Izin Tambang

Bahlil Lahadalia santer diduga meminta fee hingga Rp25 miliar terkait izin tambang.

Baca Selengkapnya

YAKIN Minta KPU Buka Informasi Soal Real Count Pemilu hingga Server, Apa Alasannya?

58 hari lalu

YAKIN Minta KPU Buka Informasi Soal Real Count Pemilu hingga Server, Apa Alasannya?

Yayasan Advokasi Hak Konstitusional meminta KPU untuk membagikan informasi mengenai Pemilu, seperti real count hingga server, demi transparansi.

Baca Selengkapnya

KIP Uji Konsekuensi Informasi Data Pemilu KPU Pekan Depan

58 hari lalu

KIP Uji Konsekuensi Informasi Data Pemilu KPU Pekan Depan

Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN) meminta informasi real count (hitung nyata) dalam bentuk data mentah seperti file nilai dipisah

Baca Selengkapnya