MK Larang Pengurus Partai Nyaleg DPD, Pimpinan Hanura Jengkel

Reporter

Syafiul Hadi

Rabu, 25 Juli 2018 06:51 WIB

Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers didampingi para petinggi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) usai membuka Rapat Pimpinan Nasional ke-1 Partai Hanura di Kuta, Bali, 4 Juli 2017. Foto: Johannes P. Christo

TEMPO.CO, Jakarta Jakarta - Ketua DPP Partai Hanura Benny Ramdhani mengatakan Mahkamah Konstitusi atau MK keliru menafsirkan pekerjaan lain anggota DPD dalam Pasal 128 huruf I Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Pasal ini menyebutkan seorang anggota DPD tidak boleh memiliki pekerjaan lain.

Baca juga: MK Terima 50 Permohonan Sengketa Pilkada 2018

"MK secara ceroboh, keliru seribu persen menafsir (dan) secara sepihak," ujar Benny di rumah Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang, Kuningan, Jakarta pada Selasa, 24 Juli 2018.

MK mengabulkan permohonan terhadap pengujian Pasal 128 huruf I Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945. Dalam putusan itu, disebutkan bahwa anggota DPD tidak boleh merangkap sebagai pengurus partai politik karena akan menyebabkan representasi ganda.

Advertising
Advertising

Keputusan MK itu mengacu pada Pasal 22D UUD 1945 yang mana anggota DPD merupakan representasi daerah, sedangkan partai politik telah memiliki representasi di DPR.

Jika ada pengurus partai yang menjadi anggota DPD, ia akan menjadi representasi daerah sekaligus partai politik. Representasi ganda semacam ini, menurut hakim MK, Anwar Usman, menyebabkan produk legislasi bakal semata-mata berada di tangan pengurus partai.

Benny berpendapat posisi sebagai pengurus partai tak termasuk dalam frasa pekerjaan lain yang dimaksud MK. Menurut dia, frasa pekerjaan lain ini lebih tepat diartikan pada profesi pekerjaan yang dibayar.

"Pekerjaan yang karena keahliannya dia kemudian dibayar atau mendapatkan upah atas pekerjaannya," kata Wakil Ketua Komite I DPD RI ini.

Benny pun mencontohkan beberapa profesi itu antara lain bisa sebagai dokter, advokat, atau notaris. Menurut dia, jabatan pengurus partai tidak termasuk ke contoh pekerjaan.

"Setiap orang yang ada di kepengurusan partai itu adalah pengabdian dan tidak ada pengurus partai yang dibayar oleh partai," ucapnya.

Simak juga:

Menurut Benny, dengan putusan seperti ini MK telah melahirkan norma baru atas interpretasinya. Hal ini, kata dia, membuat MK seakan-akan melahirkan norma baru yang menjadi kewenangan legislatif.

"MK telah keluar dari kewenangnya yang disebut dengan ultra petita, mengambil suatu keputusan di luar kewenangan," tuturnya.

SYAFIUL HADI | INDRI MAULIDAR

Berita terkait

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

1 jam lalu

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

Dalam kuliah umum, Suhartoyo memberikan pembekalan mengenai berbagai aspek MK, termasuk proses beracara, persidangan pengujian undang-undang, kewenangan MK dalam menyelesaikan sengketa, dan manfaat putusan MK.

Baca Selengkapnya

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

18 jam lalu

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

Ahli politik dan pemerintahan dari UGM, Abdul Gaffar Karim mengungkapkan sidang sengketa pilpres di MK membantu meredam suhu pemilu.

Baca Selengkapnya

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

21 jam lalu

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

Ahli Konstitusi UII Yogyakarta, Ni'matul Huda, menilai putusan MK mengenai sengketa pilpres dihasilkan dari pendekatan formal legalistik yang kaku.

Baca Selengkapnya

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

22 jam lalu

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

Ni'matul Huda, menilai pernyataan hakim MK Arsul Sani soal dalil politisasi bansos tak dapat dibuktikan tak bisa diterima.

Baca Selengkapnya

Alasan Mendagri Sebut Pilkada 2024 Tetap Digelar Sesuai Jadwal

1 hari lalu

Alasan Mendagri Sebut Pilkada 2024 Tetap Digelar Sesuai Jadwal

Pilkada 2024 digelar pada 27 November agar paralel dengan masa jabatan presiden terpilih.

Baca Selengkapnya

Kata KPU Soal Gugatan Alihkan Suara PPP di 35 Dapil

1 hari lalu

Kata KPU Soal Gugatan Alihkan Suara PPP di 35 Dapil

KPU menanggapi permohonan sengketa pileg yang dilayangkan oleh PPP. Partai ini menuding KPU mengalihkan suara mereka di 35 dapil.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

1 hari lalu

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengakui sistem noken pada pemilu 2024 agak aneh. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Dianggap Tak Serius Hadapi Sidang Sengketa Pileg oleh MK, Komisioner KPU Kompak Membantah

1 hari lalu

Dianggap Tak Serius Hadapi Sidang Sengketa Pileg oleh MK, Komisioner KPU Kompak Membantah

Komisioner KPU menegaskan telah mempersiapkan sidang di MK dengan sungguh-sungguh sejak awal.

Baca Selengkapnya

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

1 hari lalu

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

Caleg Partai NasDem, Alfian Bara, mengikuti sidang MK secara daring tidak bisa ke Jakarta karena Bandara ditutup akibat erupsi Gunung Ruang

Baca Selengkapnya

Sidang Sengketa Pileg, Hakim Arief Hidayat Bingung Tanda Tangan Surya Paloh Beda

1 hari lalu

Sidang Sengketa Pileg, Hakim Arief Hidayat Bingung Tanda Tangan Surya Paloh Beda

Hakim MK Arief Hidayat menyinggung tanda tangan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang berbeda di suratarie kuasa dan KTP.

Baca Selengkapnya