Eks Ketua KPU Sampai Mantan KPK Gugat Presidential Threshold

Kamis, 21 Juni 2018 16:39 WIB

Para pemohon uji materi ambang batas pencalonan presiden di gedung Mahkamah Konsititusi, Jakarta, Kamis, 21 Juni 2018. TEMPO/Budiarti Utami Putri.

TEMPO.CO, Jakarta - Aturan soal ambang batas pencalonan presiden alias Presidential Treshold kembali digugat di Mahkamah Konstitusi. Kali ini, aturan tersebut digugat oleh koalisi masyarakat yang terdiri dari mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum sampai bekas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Mantan Plt Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, yang ikut menggugat aturan itu, mengatakan aturan soal Presidential Threshold menabrak konstitusi. "Kami sudah daftarkan secara online ini penyerahan berkas dan dokumen fisik argumen kami," kata Hadar di gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis, 21 Juni 2018. "Aturan ambang batas presiden ini harus dibatalkan."

Baca: Bahaya Presidential Treshold

Hadar bersama sebelas pemohon lainnya mengajukan uji materi atas pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal itu mengatur bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mencalonkan presiden harus memiliki 20 persen suara di Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen suara sah nasional.

Selain Hadar, sebelas orang lainnya adalah mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto, mantan Menteri Keuangan Chatib Basri. Ada pula sejumlah akademisi seperti Rocky Gerung, Faisal Basri, dan Robertus Robert.

Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari, Direktur Perludem Titi Anggraini, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, sutradara Angga Dwimas Sasongko dan pekerja profesional Hasan Yahya pun turut menjadi pemohon uji materi terkait presidential treshold ini.

Hadar mengatakan ada sembilan argumen yang akan digunakan oleh para pemohon. Pertama, pemohon berpendapat pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 hanya mengatur syarat calon presiden dan karenannya bertentangan dengan pasal 6A ayat (5) Undang-undang Dasar 1945 yang mendelegasikan pengaturan tata cara.

Kedua, pengaturan delegasi syarat capres ada pada pasal 6 ayat (2) UUD 1945 tidak terkait pengusulan oleh partai politik, sehingga pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur syarat capres oleh parpol bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945.

Simak juga: Mahkamah Konstitusi Pernah Tolak Gugatan Presidential Treshold.

Ketiga, pengusulan capres seharusnya dilakukan oleh parpol peserta pemilu yang akan berlangsung, bukan “Pemilu anggota DPR sebelumnya”, sehingga pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

Advertising
Advertising

Hadar melanjutkan, pemohon juga berpandangan bahwa syarat pengusulan capres oleh parpol seharusnya adalah close legal policy. "Bukan open legal policy, sehingga pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945," ujarnya.

Ia menuturkan, penghitungan presidential threshold berdasarkan hasil pemilu DPR sebelumnya juga irasional. Karenanya, kata Hadar, pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

Argumen uji materi yang keenam, ujar Hadar, yakni penghitungan presidential threshold berdasarkan hasil pemilu DPR sebelumnya telah menghilangkan esensi pelaksanaan pemilu dan karenanya pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945.

"Presidential threshold menghilangkan esensi pemilihan presiden karena lebih berpotensi menghadirkan capres tunggal, sehingga bertentangan dengan pasal 6A ayat satu, tiga, dan empat UUD 1945," ujarnya.

Para pemohon beranggapan, kalaupun pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 dianggap tidak langsung bertengangan dengan konstitusi, Mahkamah Konstitusi tetap harus mengantisipasi potensi pelanggaran sekecil apapun agar tidak muncul ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan UUD 1945.

Selanjutnya, Hadar mengatakan bahwa pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 bukanlah constitutional engineering, tetapi constitutional breaching. Alasannya, pasal itu melanggar pasal 6 ayat (2), pasal 6A ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pasal 22E ayat (1) dan (2), serta pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Berita terkait

Babak-Belur Mahkamah Konstitusi

9 jam lalu

Babak-Belur Mahkamah Konstitusi

Demokrasi Indonesia makin terancam. Kali ini lewat revisi keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

1 hari lalu

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

Dalam waktu berdekatan tiga RUU DPR mendapat sorotan publik yaitu RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

3 hari lalu

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

Palguna heran mengapa setiap revisi UU MK yang dipermasalahkan adalah persoalan yang tak ada relevansinya dengan penguatan MK sebagai peradilan yang berwibawa dan merdeka.

Baca Selengkapnya

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

3 hari lalu

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

Pembahasan revisi UU MK antara pemerintah dan DPR menuai reaksi dari kalangan internal MK dan Ketua MKMK. Apa reaksi mereka?

Baca Selengkapnya

Suap demi Predikat WTP dari BPK

3 hari lalu

Suap demi Predikat WTP dari BPK

Suap demi mendapatkan predikat WTP dari BPK masih terus terjadi. Praktik lancung itu dinilai terjadi karena kewenangan besar milik BPK.

Baca Selengkapnya

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

3 hari lalu

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

Mahkamah Konstitusi menanggapi perubahan keempat revisi UU MK yang baru saja disepakati pemerintah dan DPR.

Baca Selengkapnya

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

3 hari lalu

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

Perencanaan perubahan keempat UU MK tidak terdaftar dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional alias Prolegnas 2020-2024.

Baca Selengkapnya

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

4 hari lalu

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

Salah satu substansi perubahan keempat UU MK yang disoroti oleh PSHK adalah Pasal 87. Mengatur perlunya persetujuan lembaga pengusul hakim konstitusi.

Baca Selengkapnya

Manuver Menggembosi Mahkamah Konstitusi

4 hari lalu

Manuver Menggembosi Mahkamah Konstitusi

Aturan baru dalam hasil revisi tersebut bakal mengancam independensi Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya

Mahfud Md Sebut RUU MK Mengganggu Independensi Hakim

4 hari lalu

Mahfud Md Sebut RUU MK Mengganggu Independensi Hakim

Mantan Menko Polhukam, Mahfud Md, mengungkapkan bahwa revisi Undang-undang Mahkamah Konstitusi mengganggu independensi hakim.

Baca Selengkapnya