TEMPO.CO, Yogyakarta - Tokoh pers dan penyiaran, Amir Effendi Siregar yang tutup usia, Kamis dini hari, 25 Januari 2018, dikenal gigih melawan sentralisasi kepemilikan frekuensi dan memperjuangkan demokratisasi penyiaran.
“Bang Amir selalu menekankan frekuensi itu hak publik. Beliau terus mengawal Undang-Undang Penyiaran untuk terwujudnya demkratisasi penyiaran termasuk dari sisi isi atau kontennya,” kata Sekretaris Pemantau Regulasi dan Regulator Media atau PR2Media, Puji Riyanto kepada Tempo, Kamis, 25 Januari 2018.
Semasa hidupnya, Amir aktif sebagai Ketua PR2Media. Bersama gerakan masyarakat sipil, ia dikenal kritis terhadap kepemilikan media penyiaran yang oligopolistik.
Ia motor penggerak media gerakan masyarakat sipil untuk penyiaran yang lebih demokratis.
Amir mengajar sebagai dosen Ilmu Komunikasi di sejumlah perguruan tinggi. Ia aktif menulis buku tentang media penyiaran dan tulisannya banyak dimuat sejumlah media massa. Ia juga aktif di Warta Ekonomi.
Tumor otak yang menyerangnya tidak menyurutkan semangatnya untuk mengawal demokratisasi penyiaran. “Bang Amir sakit keras, keluar-masuk rumah sakit selama satu tahun ini. Tapi, beliau tetap beraktivitas bersama masyarakat sipil mengawal UU Penyiaran. Ia sempat bolak-balik berkegiatan dari Yogyakarta-Jakarta,” kata Puji. Amir Effendi Siregar sempat dirawat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta selama sepekan lebih. Ia menjalani perawatan intensif di ruang syaraf sejak 11 Januari 2018. Perawat RS Bethesda, Bernadeta Maryani, mengatakan berdasarkan diagnosa dokter, Amir terkena tumor otak.