Juru bicara KPK Febri Diansyah, memberikan keterangan kepada awak media, di gedung KPK, Jakarta, 17 November 2017. Penahanan kepada Setya Novanto ini untuk menjalani pemeriksaan terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, menjelaskan, sejak penahanan Setya Novanto dilakukan, penyidik terus memanggil sejumlah pihak terkait dengan keterlibatan Setya. "Penyidik terus menggali dugaan peran SN di kasus e-KTP dan memperkuat konstruksi hukum kasus e-KTP," ujar Febri di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 22 November 2017.
Setya resmi ditahan pada Senin, 20 November 2017. Sejak itulah KPK mengatakan Setya mulai diperiksa penyidik. Setya telah merespons setiap pertanyaan penyidik seusai kecelakaan yang dia alami pada Kamis malam, pekan lalu.
Setya resmi diumumkan sebagai tersangka oleh KPK pada 10 November 2017. Meski demikian, surat perintah penyidikan terhadap Setya sudah diterbitkan KPK sejak 31 Oktober 2017. KPK menggeber penyelesaian berkas perkara untuk segera dilimpahkan ke pengadilan.
Politikus Partai Golkar, Ade Komarudin, menyatakan siap membantu KPK mengusut kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Kesiapan tersebut dinyatakan setelah ia menjadi saksi dalam pemeriksaan kasus korupsi proyek e-KTP.
"Saya harus siap membantu pemberantasan korupsi oleh KPK dan saya tentu konsen untuk membantu," kata Akom, panggilan akrabnya.
Akom mengaku diminta memberikan kesaksian untuk tersangka Setya Novanto dan Anang Sugiana Sudihardjo. "Dilakukan bersama-sama untuk tersangkanya yang berbeda. Makanya tadi tidak lama, keterangannya enggak ada yang berubah, enggak ada yang baru," katanya.
KPK memeriksa sejumlah saksi dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Akom diperiksa berbarengan dengan jadwal pemeriksaan bekas bos PT Gunung Agung, Made Oka Masagung, dan pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat, Damayanti.
Nama Akom pernah muncul dalam kasus korupsi proyek e-KTP di persidangan Irman dan Sugiharto. Ia disebut menerima US$ 100 ribu dari aliran dana proyek tersebut. Namun, dalam beberapa kali kesempatan, Akom membantah hal itu.