Sejumlah warga yang tergabung dalam Masyarakat Anti Hoax Yojomase (Yogyakarta, Magelang dan sekitarnya) mendeklarasikan gerakan masyarakat sipil stop perseberan berita hoax di titik nol kilometer, Yogyakarta, 22 Januari 2017. Aksi kampanye tersebut diakhiri dengan deklarasi anti hoax dan mengajak masyarakat bersama-sama memerangi persebaran informasi hoax. TEMPO/Pius Erlangga
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian akan memperkuat patroli siber untuk mengantisipasi konten negatif di media sosial menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) 2018. "Praktik ujaran kebencian rentan muncul di setiap agenda politik,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Brigadir Jenderal Fadil Imran saat seminar "Bahaya Hoax Melalui Media Sosial sebagai Ancaman Disintegrasi Bangsa" di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Oktober 2017.
Menurut Fadil, kejahatan siber selalu berbanding lurus dengan agenda keamanan dan ketertiban nasional, pilkada, serta isu yang kemudian "digoreng" di media sosial.
Ia mengakui penangkapan pelaku ujaran kebencian dan penyebar hoax tidak memberikan efek jera. Kepolisian, kata dia, mengalami dilema ketika mengusut kasus itu. "Penegakan hukum sangat sulit karena bisa dianggap anti-demokrasi dan merusak trust kepolisian kalau salah penanganan," ujarnya.
Praktik ini menjadi lebih berbahaya di tengah literasi media publik yang masih rendah. Apalagi pada 2018 terdapat 171 daerah yang menggelar pilkada. "Kalau tidak dikelola terukur, saya kira bisa membahayakan," ucapnya.
Ia mencontohkan, praktik ujaran kebencian pada pilkada DKI Jakarta. Berdasarkan data Direktorat Tindak Pidana Siber, praktik ujaran kebencian naik drastis mencapai 117 kasus pada masa pilkada putaran kedua hingga penangkapan kelompok Saracen. Pasca-penangkapan, angka itu bisa ditekan menjadi 48 kasus.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membenarkan adanya penurunan angka kasus konten negatif setelah penangkapan kelompok Saracen. "Setelah pilkada kemarin, konten negatif secara kuantitas menurun," tutur Rudiantara. Meski begitu, ia meminta berbagai pihak terkait mengantisipasi praktik ujaran kebencian menjelang pilkada 2018.
Kementerian, kata Rudiantara, akan berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu untuk menekan praktik itu. "Tapi lebih kepada Bawaslu untuk mengurangi," katanya.