TEMPO Interaktif, Jakarta:Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Eddy Sundhayana mengungkapkan, permintaan beras terjadi bukan untuk konsumsi masyarakat tapi diserap oleh distributor antarwilayah. “Indikasinya, berapapun beras yang digelontorkan melalui operasi pasar langsung habis dan tidak sanggup menahan laju kenaikan harga,” katanya tadi malam.Menurutnya, kesimpulan itu merupakan hasil analisa pihaknya dengan Bulog setempat yang menemui adanya keanehan dalam kenaikan harga beras yang terjadi saat ini.Operasi pasar yang dilakukan dengan menggelontorkan pasokan beras ternyata tidak berdampak penurunan harga. Beberapa pasar yang disurvei pascaoperasi bahkanmenunjukkan harga tetap cenderung naik.Dia mengungkapkan, biasanya di Jawa Barat cukup menggelontorkan beras sebanyak 20 ribu ton selama satu bulan. harga langsung stabil. Namun, sepanjang Januari ini sebanyak 83 ribu ton beras yang sudah dipasok kepasar, lebih dari empat kali lipatnya, harga beras tidak kunjung turun.Dari penelusuran, paparnya, ditemukan adanya permintaan beras berasal dari Jawa Barat akibat bencana banjir. Dia mengungkapkan, bencana itu menyebabkan cadanganberas di wilayah kantong banjir ternyata rusak, tidak layak jual, dan tidak layak konsumsi.Keadaan itu membuat bahan pangan pokok itu mengalir ke luar dari wilayah Jawa Barat, masuk melalui jalur distribusi beras, menuju daerah-daerah kantong banjiryang mengalami kerusakan beras. Eddy menolak menjawab berapa beras cadangan didaerah kantong banjir yang rusak itu dengan alasan takut salah menyebutkan angkanya. Menurutnya, beras di wilayah Jawa Barat sebagian besar mengalir ke Jakarta untukmemenuhi cadangan beras wilayah itu yang sebagian besar rusak akibat banjir.Ahmad Fikri
Berita terkait
Memahami Pentingnya Kesetaraan Lewat Lomba Lari
2 menit lalu
Memahami Pentingnya Kesetaraan Lewat Lomba Lari
Plan Indonesia dan YPAC mengingatkan masyarakat soal isu kesetaraan melalui lomba lari bertajuk 'Run for Equality'.