TEMPO Interaktif, Jakarta:Sebanyak 33 kantor dinas kesehatan propinsi mencatat sebanyak 20.580 balita di 258 kabupaten/kota menderita gizi buruk. Angka ini terangkum selama Januari-Oktober 2006. Sekitar 4 juta ibu hamil dan ibu menyusui menderita gangguan anemia. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa Indonesia semakin jauh dari pencapaian target derajat kesehatan milenium.Menurut Deputi II Bidang Kesehatan dan Lingkungan Hidup Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat H.M. Sukawati Abubakar, untuk mengatasi masalah itu pemerintah sudah memiliki program peningkatan kesehatan."Dengan program itu diharapkan akan mudah mencapainya," katanya dalam seminar tentang Kemitraan dalam Mengatasi Masalah Gizi di Indonesia di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (15/02).Ketua Dewan Eksekutif Koalisi untuk Indonesia Sehat Dr Firman Lubis mengatakan, penanganan gizi buruk tidak akan optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah. "Pihak swasta, lembaga swadaya, media massa, praktisi yang berkopentensi di bidang penataan gizi untuk mencari solusi bersama," katanya.Adapun pendapat Maria Hartiningsih, pemerhati masalah kesehatan masyarakat yang juga wartawan Kompas, menyatakan gizi buruk terjadi bukan semata karena faktor ekonomi, sosial, budaya atau politik. Tapi terlebih karena ada proses pemiskinan yang dilakukan banyak pihak, termasuk pemerintah."Kemiskinan adalah hasil proses yang sistemik dan terstruktur dalam berkurun-kurun waktu. Selain itu, kebijakan dan strategi pemerintah dalam menangani gizi buruk masih seperti yang dilakukan pemerintah Orde Baru."Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan pertumbuhan serta perkembangan otak. Akibatnya, kata dia, berpengaruh besar pada tingkat kecerdasan.Dwi Riyanto Agustiar