TEMPO Interaktif, Jakarta:Penebangan pohon secara liar di Taman Nasional Gunung Leuser sepertinya "sengaja" dibiarkan. Menurut Jamal M Gawi dari Yayasan Leuser, kerusakan taman makin parah setelah nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) diteken di Hilsinki pada 15 Agustus 2005 lalu.“Dulu pembalak liar takut karena GAM masih ada. Setelah damai, karena GAM dianggap tidak ada, pembalakan liar kian menjadi-jadi," katanya kepada Tempo siang ini.Yayasan Leuser, Jamal menambahkan, memiliki data ihwal kerusakan tersebut. Dokumen itu sudah diserahkan kepada Departemen Kehutanan dan pemerintah daerah yang wilayahnya menaungi sebagian Taman Nasional Gunung Leuser.Taman Nasional Gunung Leuser merupakan cagar alam di perbatasan Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Wilayahnya meliputi Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Gayo Lues dan Langkat, Sumatera Utara.Taman ini mengambil nama dari Gunung Leuser yang memiliki ketinggian 3.404 meter di atas permukaan laut. Status taman ditetapkan sebagai cagar alam pada 1980 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan.Daerahnya memiliki beragam ekosistem alam dari pantai sampai pegunungan serta hutan lebat khas hujan tropis.Obyek yang terkenal di dalamnya antara lain kawasan reservasi orang utan Bukit Lawang di Kabupaten Langkat. Kondisi taman ini kini memprihatinkan akibat penebangan pohon secara besar-besar dan liar. Banjir bandang yang melanda kawasan Aceh serta Langkat Sumatera Utara sejak Jumat pekan lalu, penyebab utamanya karena hutan di Taman Nasional Gunung Leuser gundul. Kawasan Langkat dan Gayo Lues, di antara daerah banjir dengan jumlah pengungsi mencapai ribuan orang.Elik Susanto