Waspadai Badai El Nino

Reporter

Editor

Selasa, 17 Oktober 2006 22:16 WIB

TEMPO Interaktif, Pontianak:Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalimantan Barat, Ir Tri Budiarto mengatakan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengingatkan akan ancaman siklus El Nino yang dapat menimbulkan dampak kekeringan ekstrim yang panjang pada 2007."Pada 1997, telah terjadi El Nino yang luar biasa. Kalau kita mengikuti siklus yang sudah terjadi, maka El Nino mungkin akan kembali tahun 2007," katanya.Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) pernah mencatat suhu di Kalimantan Tengah mencapai 39 derajat Celcius beberapa waktu lalu.Hal itu, lanjutnya, menunjukkan telah terjadi perubahan iklim yang begitu ekstrim sehingga berdampak pada kekeringan yang ekstrim pula dibandingkan tahun sebelumnya.Ia menambahkan, mengingat tingkat kekeringan yang begitu besar dan lama, seluruh pihak perlu diingatkan jauh-jauh hari untuk mengantisipasi dampaknya. "Kemungkinan El Nino tahun 2007 terjadi di bulan Maret dan April. Ini patut kita waspadai bersama," Ujar Tri.Sementara untuk kabut asap, meski masih pekat namun titik panas di Kalimantan Barat yang terdeteksi satelit pada Senin (16/10) hingga pukul 11.00 WIB hanya 12 buah dan semuanya di Kabupaten Ketapang. Kadar Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) juga sudah mencapai tingkat yang membahayakan."Jumlah itu cenderung menurun dari hari-hari sebelumnya," kata Tri. Sedangkan pada Minggu (15/10), jumlah hotspot malah mencapai 51 titik. Begitu juga pada Sabtu (14/10), jumlah hotspot berjumlah 25 titik. "Kabupaten Ketapang memang berpotensi menghasilkan asap dan ditambah kiriman Kalteng," ujarnya. "Bisa jadi kebakaran hujan di daerah Ketapang masih berlangsung, sedangkan hujan belum turun merata," katanya. Hujan yang turun belakangan ini katakannya, dapat dimungkinkan merupakan imbas dari hujan buatan yang dilakukan di Kalimantan Tengah. Saat ini, pihaknya belum mendapat jawaban dari BPPT mengenai usulan untuk dilakukan hujan buatan di atas Kalbar.Lagi pula, kondisi awan yang tebal dan terakumulasi di atas Kalbar dapat menghambat pembentukan awan cumulus nimbus. Kualitas udara pada malam hari posisinya pada level sedang dan berubah berbahaya menjelang pagi hari. "Kondisinya tetap berfluktuasi antara tidak sehat dan sedang," tandasnya.Harry Daya

Berita terkait

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

5 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya

Hujan Badai Merusak Atap Lantai 4 RS Bunda Margonda Depok, Sejumlah Pasien Harus Dievakuasi

9 hari lalu

Hujan Badai Merusak Atap Lantai 4 RS Bunda Margonda Depok, Sejumlah Pasien Harus Dievakuasi

Hujan badai pada Rabu petang merusak atap dan plafon lantai 4 RS Bunda Margonda Depok. Tidak ada korban luka ataupun jiwa dalam peristiwa ini.

Baca Selengkapnya

Pertama di Dunia, Yunani Berikan Liburan Gratis sebagai Kompensasi Kebakaran Hutan 2023

13 hari lalu

Pertama di Dunia, Yunani Berikan Liburan Gratis sebagai Kompensasi Kebakaran Hutan 2023

Sebanyak 25.000 turis dievakuasi saat kebakaran hutan di Pulau Rhodes, Yunani, pada 2023, mereka akan mendapat liburan gratis.

Baca Selengkapnya

Kominfo Siapkan Jaringan dalam World Water Forum, Harapkan Solusi Pengelolaan Air

33 hari lalu

Kominfo Siapkan Jaringan dalam World Water Forum, Harapkan Solusi Pengelolaan Air

Kominfo bertugas memastikan jaringan telekomunikasi di Forum Air Sedunia pada 18-25 Mei 2024 di Bali.

Baca Selengkapnya

BNPB Ingatkan Banyaknya Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera

38 hari lalu

BNPB Ingatkan Banyaknya Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera

Dari data BNPB, kasus kebakaran hutan dan lahan mulai mendominasi di Pulau Sumatera sejak sepekan terakhir.

Baca Selengkapnya

Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

39 hari lalu

Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

Wilayah yang paling terdampak risiko kekeringan ekstrem, adalah Ibu Kota Negara atau Nusantara.

Baca Selengkapnya

Risiko Karhutla Meningkat Menjelang Pilkada 2024, Hotspot Bermunculan di Provinsi Rawan Api

42 hari lalu

Risiko Karhutla Meningkat Menjelang Pilkada 2024, Hotspot Bermunculan di Provinsi Rawan Api

Jumlah titik panas terus meningkat di sejumlah daerah. Karhutla tahun ini dinilai lebih berisiko tinggi seiring penyelenggaraan pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Penugasan Jokowi, BMKG Bentuk Kedeputian Baru Bernama Modifikasi Cuaca

43 hari lalu

Penugasan Jokowi, BMKG Bentuk Kedeputian Baru Bernama Modifikasi Cuaca

Pelaksana tugas Deputi Modifikasi Cuaca BMKG pernah memimpin Balai Besar TMC di BPPT. Terjadi pergeseran SDM dari BRIN.

Baca Selengkapnya

Tentang Musim Kemarau yang Menjelang, BMKG: Mundur dan Lebih Basah di Banyak Wilayah

43 hari lalu

Tentang Musim Kemarau yang Menjelang, BMKG: Mundur dan Lebih Basah di Banyak Wilayah

Menurut BMKG, El Nino akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli dan setelah triwulan ketiga berpotensi digantikan La Nina.

Baca Selengkapnya

Mendagri Tito Karnavian Minta Pemda Susun Regulasi Terkait Karhutla

43 hari lalu

Mendagri Tito Karnavian Minta Pemda Susun Regulasi Terkait Karhutla

Regulasi dinilai penting karena akan mempengaruhi perumusan program dan anggaran penanganan kebakaran.

Baca Selengkapnya