TEMPO Interaktif, Yogyakarta:Di bawah terik matahari siang tadi, sekitar seribu orang memohon doa di alun-alun utara Keraton Yogyakarta. Peluh membasahi baju, kaus, serta topi mereka. Ada petani, buruh bangunan, buruh pabrik, aktivis, serta dosen. Mereka menengadah untuk kebangkitan Indonesia dengan mengamini lafal yang dipujikan Kiai Haji Nawawi dari Bantul dan Kiai Haji Khudori asal Magelang.Prof. Dr. Damarjati Supadjar dari Universitas Gadjah Mada memberi petuah lewat ilmu filsafat yang dikuasainya. Disusul prosesi pemberian beras langka kepada 12 orang oleh Ajikoesoemo, pegiat bidang pertanian.Mereka adalah petani asal berbagai penjuru di Republik ini, di antaranya petani dari Kediri, Papua, Maluku, Kalimantang, Sumbawa, serta Sumatera. Baras yang dibagikan Aji bukan sembarang beras. Tapi berupa benih padi yang diberi nama Beras Merah Putih RI-1. Label ini meniru sebutan Presiden RI, sebagai orang nomor satu dalam struktur pemerintahan negeri ini. Beras hasil budidaya sendiri itu bentuknya unik. Apabila kulit gabah dibuka, butirannya separuh berwarna merah dan separuhnya lagi putih. "Beras ini sudah ratusan tahun menghilang. Sekarang telah kembali. Rasanya enak. Ini merupakan tanda-tanda zaman kebangkitan Indonesia," ucap Ajikoesoemo. Aji menemukan varietas beras merah-putih secara tidak sengaja di sebuah situs percandian. Meski sudah berwujud beras saat ditemukan, bukan gabah, Ajikoesoemo dengan teknologi pertanian yang dimiliki berhasil membudidayakan.Hasil penen yang kemudian dibagikan kepada perwakilan 12 daerah tadi, sebagai upaya Aji membagi pengalaman dan pengembangbiakkan Beras RI-1 bersama petani lain. "Kami sudah siap dengan teknologi pengembangan beras RI-1 ini.”HERU CN