Suasana Jembatan Ampera terkena kabut asap, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa 4 November 2014. ANTARA/Rosa Panggabean
TEMPO.CO, Palembang - Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin tidak ingin lagi daerahnya disebut sebagai produsen asap sehingga ia disebut sebagai “gubernur asap”. Untuk itu, ia melakukan upaya pencegahan dini. Salah satunya menggandeng enam lembaga swadaya masyarakat kelas dunia dan perusahaan swasta.
Keenam LSM mitra pengelolaan lanskap di Sumatera Selatan itu meliputi The Sustainable Trade Initiative (IDH) Belanda, United Kingdom Climate Change Unit (UKCCU) Inggris, NICFI Norwegia, Zoological Society of London (ZSL) Inggris, Yayasan Belantara, dan Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) BioClime Belanda.
Selain itu, Sumatera Selatan menggandeng Asia Pulp and Paper dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. "Perlu keseriusan dalam pencegahan dan Sumatera Selatan sangat menyambut baik bantuan dari luar," kata Alex saat deklarasi bersama pengelolaan lanskap, Kamis, 26 Mei 2016.
Alex mengatakan, dalam kebakaran hutan dan lahan tahun lalu, Sumatera Selatan bekerja keras untuk memadamkannya dengan mendatangkan 19 pesawat water bombing dan melibatkan tiga negara, yakni Singapura, Malaysia, serta Australia.
Namun, menurut Alex, upaya itu terbilang tidak terlalu berdampak dan pada akhirnya kebakaran tersebut terhenti dengan sendirinya karena hujan yang turun.
Direktur APP Sinar Mas Suhendra Wiriadinata mengatakan perusahaannya telah menyalurkan dana untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan serta pemulihan lingkungan ke Yayasan Belantara sebesar US$ 10 juta.
Selain itu, perusahaan mengalokasikan US$ 10 juta untuk pembentukan desa makmur peduli api serta infrastruktur pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang mencapai US$ 20 juta. "Kami menggalakkan kegiatan restorasi dan perlindungan hutan berbasis masyarakat," kata Suhendra.