Pengunjuk rasa yang tergabung dalam LSM Anti Mafia Hukum melakukan aksi damai menolak revisi RUU KPK di depan gedung KPK, Jakarta, 12 Oktober 2015. Mereka menolak Revisi RUU nomor 30 tahun 2002 yang dianggap melemahkan tugas dan fungsi KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi. ANTARA/Yudhi Mahatma
TEMPO.CO, Banda Aceh - Dewan Perwakilan Rakyat RI saat ini sedang berupaya melakukan pelumpuhan KPK dengan merevisi Undang Undang KPK. Langkah DPR ini dinilai nekad, karena sejumlah survei menyebutkan mayoritas rakyat menolak Revisi UU KPK.
Koalisi Masyarakat Sipil Aceh yang terdiri dari beberapa LSM menolak langkah DPR ini. “Langkah DPR cenderung melindungi para koruptor yang masih menjadi ancaman serius terhadap bangsa ini,” kata Alfian, juru bicara Koalisi Masyarakat Sipil Aceh, Sabtu, 13 Februari 2016.
Dia menilai kebijakan untuk upaya revisi UU KPK akan memberikan perlindungan terhadap para koruptor. Seharusnya, negaralah yang harus berdaya dan bangkit dalam melawan ancaman tersebut.
Menurutnya, para politisi di Senayan telah membohongi rakyat. Revisi UU KPK bukanlah solusi bagi rakyat, tapi menjadi amanat para koruptor yang ingin bebas dalam melakukan kejahatan. Di mana partai/politisi melakukan desain tanpa merasa malu dengan semangat `KPK harus lumpuh`.
Alfian menambahkan, jika mencermati naskah Revisi UU KPK per Februari beserta tambahannya, maka poin krusial yang ditawarkan oleh DPR ternyata jauh lebih banyak (dua kali lipat) dari yang disepakati oleh pemerintah. Berdasarkan naskah terbaru, Koalisi Masyarakat Sipil Aceh mencatat ada 8 poin krusial yang diusulkan oleh DPR, tidak ada satupun yang dapat dikatakan memperkuat KPK.
Poin krusial yang diusulkan revisi tersebut adalah; penyadapan, rekrutmen penyelidik dan penyidik, dewan pengawas, kewenangan penghentian perkara, penyitaan, prosedur pemeriksaan tersangka, pengunduran diri dan pemberhentian pimpinan KPK, proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan KPK hanya terikat pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Sebelumnya, Luhut Binsar Panjaitan yang mewakili pemerintah menyatakan bahwa Revisi UU KPK hanya dibatasi pada empat aspek saja yaitu kewenangan penghentian penyidikan, rekrutmen penyelidik dan penyidik KPK, pembentukan dewan pengawas dan pengaturan mekanisme penyadapan. Pemerintah juga menyatakan akan menolak Revisi UU KPK jika membahas di luar empat poin krusial tersebut dan dinilai melemahkan KPK.
“Pemerintah khususnya Presiden Jokowi untuk menepati janjinya, harus menarik pembahasan Revisi UU KPK bersama dengan DPR,” kata Alfian yang juga Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh.