Pencatutan Nama Jokowi, KPK Diminta Selidiki Luhut dan Setnov  

Reporter

Sabtu, 21 November 2015 11:58 WIB

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto meninggalkan Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 17 November 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi diminta menyelidiki sindikat mafia tambang yang berebut kontrak, bahkan dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Study (IMES) Harli Muin, perebutan kekuasaan sindikat mafia tambang sudah mencapai tahap yang memprihatinkan dan jauh dari semangat revolusi mental.

"KPK perlu menyelidiki motivasi di balik pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam meminta saham kepada PT Freeport karena ada indikasi korupsi," kata Harli dalam keterangan pers yang diterima Tempo, Sabtu, 21 November 2015.

Harli meminta KPK memeriksa pihak terkait, seperti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said; Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan; dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto. Menurut Harli, KPK perlu menyelidiki dan memeriksa Setya dan kelompoknya dalam kasus pencatutan nama Jokowi dan Kalla dalam meminta saham ke PT Freeport. "Mereka inilah yang menjadi biang kerugian negara dengan menggunakan dan mencatut kekuasaan ke dalam perpanjangan kontrak sektor tambang," ucapnya.

Selain itu, dalam kasus yang sama, KPK perlu memeriksa Sudirman Said terkait dengan kasus pembacaan dokumen persetujuan perpanjangan kontrak PT Freeport. Sesuai dengan aturan hukum, menurut Harli, perpanjangan kontrak baru dapat dilakukan dua tahun sebelum berakhirnya kontrak karya Freeport, yang berakhir pada 2021. “Perpanjangan kontrak PT Freeport tidak bisa diurus pemerintah periode sekarang, melainkan pemerintah periode mendatang (2019),” ujar Harli.

Ia menjelaskan, penyelidikan KPK terhadap sindikat mafia tambang ini dapat dilakukan dengan mendasarkan putusan pengadilan terhadap Lutfi Hasan Ishaq. "Mantan pemimpin PKS itu divonis tidak merugikan negara karena duit suap tidak dinikmatinya malah disita. Lalu apa beda dengan Setya Novanto, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Sudirman Said?" tutur Harli.

Selain itu, menurut Harli, meski selama ini Mahkamah Kehormatan DPR dianggap mandul dari beberapa pengaduan yang tidak dapat diselesaikan, masyarakat berharap MKD menjalankan pekerjaannya secara professional dalam mengusut tuntas kasus Setya, agar kepercayaan publik terhadap MKD meningkat.

“Agar MKD bekerja efektif, sebaiknya Setya Novanto mundur dulu dari jabatan Ketua DPR untuk membuka penyelidikan lebih berani, tidak terpengaruh hegemoni jabatan Ketua DPR,” kata Harli.

ARKHELAUS W.


Baca juga:
Di Balik Heboh Setya Novanto: 3 Hal yang Perlu Anda Tahu
Segera Dipanggil Mahkamah, Ini Sederet Jerat Setya Novanto




Advertising
Advertising

Berita terkait

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

5 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Freeport: dari Kasus Papa Minta Saham sampai Pujian Bahlil pada Jokowi

6 jam lalu

Freeport: dari Kasus Papa Minta Saham sampai Pujian Bahlil pada Jokowi

Saham Freeport akhirnya 61 persen dikuasai Indonesia, berikut kronologi dari jatuh ke Bakrie sampai skandal Papa Minta Saham Setya Novanto.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

8 jam lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

20 jam lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

20 jam lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

22 jam lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

22 jam lalu

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

23 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

1 hari lalu

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

1 hari lalu

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

Dewas KPK menunda sidang etik dengan terlapor Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya