Rachmat Witoelar: Perubahan Iklim Mestinya Jadi Isu Pilkada

Reporter

Kamis, 8 Oktober 2015 02:37 WIB

Menteri LH, Rachmat Witoelar menyimak saat rapat dengan komisi VII soal tentang Nasional Implementation Plan di DPR-RI Jakarta, Selasa (24/2). TEMPO/Wahyu Setiawan

TEMPO.CO, Jakarta - Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, mengatakan masyarakat kurang mempedulikan perubahan iklim sehingga masih banyak yang tidak mengetahui isu besar nan global yang mengubah total kehidupan.

"Perubahan iklim itu bukan tentang besok hujan atau tidak. Namun, peningkatan suhu bumi karena pemanasan global akibat tingginya bahan bakar fosil seperti karbondioksia (CO2) yang berakibat bagi perubahan kehidupan," kata Rachmat usai menjadi pembicara dalam Climate Week yang diadakan Indonesia Climate Alliance (ICA) di Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2015.

Ia melanjutkan, beberapa dampak perubahan iklim seperti pergeseran waktu cocok tanam dan peningkatan suhu air laut akan mempengaruhi banyak aspek, seperti kesehatan, kehutanan hingga rentan terjadi bencana alam.

Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup ini menegaskan perubahan iklim adalah permasalahan yang sangat penting.

"Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon pernah mengatakan kita saat ini adalah generasi pertama yang bisa menangkal perubahan iklim karena generasi sebelumnya tidak memiliki pengetahuan, sarana, serta dana. Sayangnya, kita juga adalah generasi terakhir yang bisa melakukan itu, karena jika tidak, bumi akan mengalami kepunahan di generasi berikutnya, mulai tahun 2030," ujar Rachmat.

Rachmat kecewa masalah iklim hampir tidak pernah dibawa dalam visi misi seseorang yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah di Indonesia karena perubahan iklim masih dianggap isu yang tidak populer dan tidak bisa mendatangkan suara pemilih.

"Semoga menjelang Pilkada serentak pada Desember 2015, climate change lebih mendapatkan tempat," ujar Rachmat.

Berdasarkan Indonesia Climate Alliance (ICA), perubahan iklim berdampak negatif banyak terhadap Indonesia, mulai terhadap sektor kelautan dan perikanan berupa penggenangan air laut di pesisir, erosi pantai dan sedimentasi, gelombang ekstrem, kerusakan terumbuk karang akibat pemutihan, sampai pergeseran ekosistem perairan yang mengganggu produktivitas perikanan.

ICA mencatat 24.000 pulau tenggelam karena naiknya permukaan air laut dan akan melonjak hingga dua ribu pulau pada 2030.

Selain itu, perubahan iklim juga membawa efek kesehatan mengerikan seperti penyebaran penyakit melalui serangga, udara, air, dan makanan akibat perubahan parameter suhu udara, curah hujan, kelembaban, dan cuaca ekstrem.


ANTARA

Berita terkait

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

6 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

9 hari lalu

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

10 hari lalu

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.

Baca Selengkapnya

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

10 hari lalu

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab

Baca Selengkapnya

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

15 hari lalu

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.

Baca Selengkapnya

Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

21 hari lalu

Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

Aktivis Greta Thunberg ditangkap lagi setelah dibebaskan dalam unjuk rasa menentang subsidi bahan bakar minyak.

Baca Selengkapnya

Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

24 hari lalu

Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

Setidaknya ada tiga faktor utama yang menyebabkan curah hujan di Kota Bogor selalu tinggi. Namun bukan hujan pemicu seringnya bencana di wilayah ini.

Baca Selengkapnya

Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

27 hari lalu

Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

Grup musik punk Green Day akan tampil dalam konser iklim global yang didukung oleh PBB di San Francisco

Baca Selengkapnya

Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

33 hari lalu

Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

Jakarta dan Banten diperkirakan memasuki musim kemarau mulai Juni mendatang, dan puncaknya pada Agustus. Sedikit mundur karena anomali iklim.

Baca Selengkapnya

Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

39 hari lalu

Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.

Baca Selengkapnya