TEMPO Interaktif, Jakarta:Maraknya pembalakan liar dan pembukaan hutan untuk perkebunan terus menekan populasi orang utan di Sumatera dan Kalimantan. Kalau kerusakan hutan dan pembalakan liar tidak dihentikan, menurut Wakil Ketua Pengurus Yayasan Borneo Orangutan Survival, Sri Suci Utami Atmoko, dalam sepuluh tahun orang utan Sumatera akan punah.Menurut dia, orang utan juga sering mengalami konflik dengan penduduk di dekat hutan yang berujung pada pembunuhan hewan tersebut. Orang utan yang sumber makanannya hilang akibat kerusakan hutan, sering masuk ke perkampungan dan memakan tanaman masyarakat. Perusahaan perkebunan yang membuka hutan juga seringkali membunuhi orang utan. "Mereka dianggap hama hingga ditangkap dan dikubur hidup-hidup," kata dia kepada Tempo seusai acara Diskusi Penanggulangan Masalah Kerusakan Hutan dan Satwa Liar di Pusat primate Schmutzer Jakarta Selatan, Rabu (14/12)Bahkan, imbuhnya, ada perusahaan yang mengumumkan bersedia membayar 150 ribu per ekor orang utan yang berhasil dibunuh oleh masyarakat. Saat ini total populasi orangutan di Sumatera ada 7.501 ekor dan di Kalimantan ada 57.797 ekor. Meski jumlah tersebut terlihat besar, tapi pada kenyataannya mereka hidup tersebar dan terus terdesak akibat kerusakan hutan. Yayasan Borneo Orangutan Survival, kata Suci, meminta semua pihak segera melestarikan habitat orang utan agar kepunahan tidak terjadi. Dia juga meminta pemerintah lebih serius dalam penegakan hukum terhadap pelaku pembalakan liar dan pemburu orang utan karena hingga kini amat sedikit pelakunya yang diseret ke pengadilan. Oktamandjaya Wiguna