Sepekan, Kebakaran Hutan Gunung Wilis Belum Juga Reda

Reporter

Jumat, 25 September 2015 12:17 WIB

Ilustrasi kebakaran. REUTERS/Mohamed Amine ben Aziza

TEMPO.CO, Kediri - Sedikitnya 35,6 hektare kawasan hutan di Gunung Wilis, Kediri, Jawa Timur, sudah sepekan terahir diamuk si jago merah. Hingga kini, petugas masih berusaha memadamkan api menggunakan operalatan manual.

Wakil Kepala Administratur Perhutani Kediri Nuradin Eko Saputra mengatakan titik api pertama kali dilaporkan warga pada 9 September 2015 pukul 19.30 WIB. Setelah dilakukan pemeriksaan, petugas mendapati titik api berada di Petak 144 RPH Kanyoran, Desa Joho, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.

“Kami segera berupaya melakukan pemadaman mengingat hembusan angin begitu kuat,” kata Adin kepada Tempo, Jumat 25 September 2015.

Petugas Perhutani dibantu warga cukup kesulitan memadamkan api mengingat medan yang sangat curam dan berkelok. Dibutuhkan sedikitnya 4 jam perjalanan dari kawasan pemukiman menuju lokasi kebakaran. Beruntung posisi api yang berada di kawasan puncak Gunung Wilis tak terlalu dekat dengan area hutan lindung yang dipenuhi pohon pinus.

Menurut Adin, kawasan yang terbakar meliputi ilalang serta tanaman cemoro kuning dan kaliandra yang merupakan program reboisasi. Hasil pantauan di lokasi api berkembang cukup pesat karena didukung bahan bakar alam berupa ilalang kering dan mati yang menumpuk setinggi setengah meter. Hal ini diperparah dengan keberadaan ilalang hidup dengan ketinggian hampir dua meter dan dalam kondisi kering.

Selain itu, kebakaran hutan pada 2008, 2010, dan 2012 masih menyisakan banyak kayu bakar yang belum memfosil menjadi tanah turut menunjang kobaran api. Didukung hembusan angin yang begitu kuat, pijaran api dengan cepat meluas hingga melalap 35,6 hektare lahan yang meliputi 32,3 hektare lahan di RPH Kediri dan 3,3 hektare di kawasan RPH Pace, Kabupaten Nganjuk.

Meski tak mau menuduh pihak yang bertanggung jawab, namun Adhin memastikankebakaran terjadi akibat ulah manusia. Sebab, banyak warga yang masuk kawasan hutan tersebut untuk berburu burung, celeng, hingga mencari lebah madu tawon hutan.

Menurut Adhin, para pencari tawon kerap membawa obor untuk mengusir tawon saat mengambil madu dari sarangnya. Metode pengasapan ini sudah menjadi kebiasaan mereka tanpa diimbangi pengetahuan tentang pengelolaan apinya. “Tapi kami tidak bisa memastikan pihak mana yang pasti menjadi pemicu kebakaran,” kata Adin.

Saat ini petugas Perhutani dengan dibantu anggota TNI hanya bisa melokalisasi area kebakaran dengan membuat ilaran radius 2 kilometer dengan cara membabat ilalang. Diperkirakan kobaran api akan padam dalam dua hari ke depan. Perhutani memastikan kebakaran ini tak memicu kabut asap di pemukiman warga.

Untuk memantau perkembangan proses pemadaman, Perhutani membuat empat pos pantau di Dusun Joho, Dusun Kelir dan Dusun Goliman, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri dan pos pantau Bajulan di Kabupaten Nganjuk.

HARI TRI WASONO

Berita terkait

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

11 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya

Pertama di Dunia, Yunani Berikan Liburan Gratis sebagai Kompensasi Kebakaran Hutan 2023

19 hari lalu

Pertama di Dunia, Yunani Berikan Liburan Gratis sebagai Kompensasi Kebakaran Hutan 2023

Sebanyak 25.000 turis dievakuasi saat kebakaran hutan di Pulau Rhodes, Yunani, pada 2023, mereka akan mendapat liburan gratis.

Baca Selengkapnya

BNPB Ingatkan Banyaknya Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera

44 hari lalu

BNPB Ingatkan Banyaknya Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera

Dari data BNPB, kasus kebakaran hutan dan lahan mulai mendominasi di Pulau Sumatera sejak sepekan terakhir.

Baca Selengkapnya

Risiko Karhutla Meningkat Menjelang Pilkada 2024, Hotspot Bermunculan di Provinsi Rawan Api

47 hari lalu

Risiko Karhutla Meningkat Menjelang Pilkada 2024, Hotspot Bermunculan di Provinsi Rawan Api

Jumlah titik panas terus meningkat di sejumlah daerah. Karhutla tahun ini dinilai lebih berisiko tinggi seiring penyelenggaraan pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Penugasan Jokowi, BMKG Bentuk Kedeputian Baru Bernama Modifikasi Cuaca

48 hari lalu

Penugasan Jokowi, BMKG Bentuk Kedeputian Baru Bernama Modifikasi Cuaca

Pelaksana tugas Deputi Modifikasi Cuaca BMKG pernah memimpin Balai Besar TMC di BPPT. Terjadi pergeseran SDM dari BRIN.

Baca Selengkapnya

Tentang Musim Kemarau yang Menjelang, BMKG: Mundur dan Lebih Basah di Banyak Wilayah

49 hari lalu

Tentang Musim Kemarau yang Menjelang, BMKG: Mundur dan Lebih Basah di Banyak Wilayah

Menurut BMKG, El Nino akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli dan setelah triwulan ketiga berpotensi digantikan La Nina.

Baca Selengkapnya

Mendagri Tito Karnavian Minta Pemda Susun Regulasi Terkait Karhutla

49 hari lalu

Mendagri Tito Karnavian Minta Pemda Susun Regulasi Terkait Karhutla

Regulasi dinilai penting karena akan mempengaruhi perumusan program dan anggaran penanganan kebakaran.

Baca Selengkapnya

Para Menteri Sudah Rapat Kebakaran Hutan dan Lahan, Ancang-ancang Hujan Buatan

49 hari lalu

Para Menteri Sudah Rapat Kebakaran Hutan dan Lahan, Ancang-ancang Hujan Buatan

Saat banyak wilayah di Indonesia masih dilanda bencana banjir, pemerintah pusat telah menggelar rapat koordinasi khusus kebakaran hutan dan lahan.

Baca Selengkapnya

Suhu Udara Global: Bumi Baru Saja Melalui Februari yang Terpanas

53 hari lalu

Suhu Udara Global: Bumi Baru Saja Melalui Februari yang Terpanas

Rekor bulan terpanas kesembilan berturut-turut sejak Juli lalu. Pertengahan tahun ini diprediksi La Nina akan hadir. Suhu udara langsung mendingin?

Baca Selengkapnya

Kebakaran Hutan Kerap Terjadi di Sumatera dan Kalimantan, Ini Cara Antisipasi Karhutla

3 Maret 2024

Kebakaran Hutan Kerap Terjadi di Sumatera dan Kalimantan, Ini Cara Antisipasi Karhutla

Kebakaran hutan kerap terjadi di beberapa daerah di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Bagaimana cara mengantisipasinya?

Baca Selengkapnya