Warga berdoa saat berziarah untuk kerabatnya yang menjadi korban lumpur Lapindo di kawasan Lumpur Lapindo di titik 21 Desa Siring, Kec. Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 16 Juli 2015. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Sidoarjo - Pada kemarau ini, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mengurangi pengoperasian kapal keruk yang biasa digunakan untuk membantu mengalirkan lumpur dari kolam penampungan menuju Kali Porong.
Pada musim hujan, delapan kapal keruk dioperasikan dengan waktu kerja 20 jam per hari. “Saat kemarau seperti sekarang, hanya dua kapal keruk," kata juru bicara BPLS, Dwinanto Hesti Prasetyo, di Pendapa Delta Wibawa Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Rabu, 29 Juli 2015.
Pengurangan pengoperasian kapal keruk sudah dilakukan sejak April 2015. Langkah itu diambil menyusul menyusutnya debit air hujan di kolam penampungan.
Kondisi itu membuat lumpur mengering sehingga tidak bisa dialirkan ke Kali Porong. Agar semburan lumpur tetap bisa dialirkan ke Kali Porong, BPLS terlebih dulu menyedot air dari kali itu ke tanggul penampungan.
Kata Dwinanto, dalam beberapa tahun terakhir, volume material semburan lumpur Lapindo mengalami penurunan. "Sekitar 30-60 ribu meter kubik per hari. Tapi belum kami ukur lagi."
Dari pantauan Tempo, dalam dua bulan terakhir, sepanjang mata memandang, kolam penampungan lumpur tampak seperti gurun tandus. Bahkan, bila diterpa angin kencang, debu lumpur beterbangan terbawa angin.