Ratusan imigran gelap tidur dan duduk santai saat berada di dalam kapal penumpang setelah tertangkap di Perarian Selat Badung , Bali, Minggu (12/5). TEMPO/Efrata Fransiska
TEMPO.CO, Kupang - Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur Brigadir Jenderal Endang Sunjaya mengatakan berkas perkara enam anak buah kapal (ABK) yang menerima uang sebesar 31 ribu dolar dari tentara Australia siap diajukan ke kejaksaan.
Enam ABK itu diberi imbalan agar berputar balik, tidak jadi mengantarkan 65 imigran gelap asal Bangladesh, Rohingya, dan Sri Langka yang semula hendak mencari suaka ke Negeri Kanguru. Pemerintah Australia sedari awal memang tak sudi menerima kedatangan gelombang imigran dari Asia Selatan.
"Berkas perkara para tersangka telah lengkap dan siap diajukan ke jaksa penuntut umum," kata Endang kepada wartawan, Senin, 6 Juli 2015. Enam ABK yang segera dimejahijaukan itu ialah Yohanis Humiang selaku nakhoda, Marten Karang, Steven Ivan, Janny Worotitjan, Medi Ampow, dan Indra Reza Rumambi.
Selain enam ABK, menurut Endang, masih ada tiga orang lagi yang sedang diburu, yakni Arman Johanes selaku perekrut enam tersangka serta Khugan dan Abdul selaku perekrut 65 imigran. "Tiga orang masih dalam pengejaran polisi," ujarnya.
Sebelumnya, pada 1 Juni 2015, 65 imigran itu ditampung di Kepolisian Resor Rote Ndao di Pulau Landu setelah dua kapal yang mereka tumpangi, Jamine dan Kanak, terdampar di pulau tersebut. Dua kapal itu menempuh perjalanan panjang penuh risiko bolak-balik Indonesia-Australia.
Mereka ingin mencari suaka politik ke Selandia Baru melalui Australia karena negaranya sedang dilanda konflik. Namun, ketika memasuki perairan Australia, mereka dihadang aparat keamanan dan dipaksa berbalik arah ke Indonesia.
Dari Rote Ndao, para imigran itu kemudian dievakuasi ke Kupang dan ditempatkan di sebuah hotel karena tempat penampungan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang telah over kapasitas.