TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang gugatan terhadap Pasal 4 Huruf C Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menjerat seluruh pelaku usaha yang tak menyampaikan badan hukumnya. Pasal tersebut dinilai tak memaksa para pelaku usaha untuk memberikan informasi lengkap soal siapa yang bertanggung jawab atas barang atau jasa.
"Rumah makan D'cost, kalau ada makanan yang tak sesuai kepada siapa konsumen bisa menggugat? Siapa yang tahu D'cost itu milik perusahaan bernama PT Pendekar Bodoh," kata Pemohon I gugatan, Samuel Bonaparte, Senin, 22 Juni 2015.
Gugatan berawal dari dua pengalaman Samuel saat membeli rumah di Taman Arcadia Mediterania dan malpraktik Rumah Sakit Awal Bros, Bekasi.
Samuel bersengketa dengan penjual rumah Taman Arcadia, PT Bumi Habitat Lestari, soal denda keterlambatan pembayaran. Ia mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Depok dalam perkara nomor 34/Pdt.G/2014/PN.Dpk karena dalam brosur tertera lokasi perusahaan tersebut di Depok.
Akan tetapi, dalam persidangan, PT Bumi mengajukan eksepsi relatif karena berdomisili di Jakarta Pusat. Informasi domilisi ini tak pernah disampaikan pada konsumen. Akhirnya, PN Depok mengabulkan eksepsi PT Bumi pada Desember 2014.
Samuel mengajukan gugatan terhadap RS Awal Bros karena melakukan malpraktik terhadap anaknya, Yerusalem Bonaparte. Ia memasukkan gugatan ke PN Jakarta Pusat terhadap PT Famon Awal Bros Medika yang dikabarkan sebagai badan hukum RS Awal Bros Bekasi.
Di tengah persidangan, muncul eksepsi error in persona dan kompetensi relatif dari PT Famon Global Awal Bros yang berdomisili di Bekasi sebagai penanggung jawab RS Awal Bros. Hakim menerima eksepsi PT Famon Global.
"Tak informasi di mana-mana, termasuk di struk pembayaran saat selesai. Masyarakat tak akan tahu siapa yang harus bertanggung jawab," kata Samuel.
Toh, sebagai perluasan, gugatan ini juga mencantumkan sejumlah pelaku usaha yang berpotensi merugikan hak konstitusi konsumen. Pemohon II dan Pemohon III, Ridha Sjartina dan Satrio Laskoro, meski belum punya pengalaman seperti Samuel turut mengajukan gugatan dengan klaim potensial kerugian.
Ridha memasukkan contoh gerai waralaba donat internasional yang tak mencantumkan nama dan domisili pelaku usahanya. Sedangkan Satrio mencantumkan banyaknya penyedia layanan keamanan parkir di tempat perbelanjaan yang juga tak mencantumkan informasi pelaku usaha atau badan hukumnya.
Ketiganya juga secara gamblang menyebutkan sejumlah pelaku usaha yang dituduh tak memberikan informasi lengkap bagi konsumen soal pihak yang bertanggung jawab. Beberapa di antarannya adalah Premiere Bioskop XXI, Pelayanan Jasa Tol Lingkar Luar Jakarta, rumah makan D'Cost Gajah Mada, dan Bus Damri.
"Kalau memang dikabulkan, seluruh pelaku usaha harus mencantumkan nama dan domilisi pelaku usaha secara jelas. Minimal di bukti pembayaran yang diterima konsumen," kata Samuel.