TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI memeriksa Direktur Utama Bank Central Asia Jahja Setiaatmadja terkait dengan kasus dugaan korupsi payment gateway di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kasus tersebut menyeret mantan Wakil Menteri Hukum Denny Indrayana sebagai tersangka.
"(Jahja) masih diperiksa sebagai saksi," kata juru bicara Markas Besar Polri, Brigadir Jenderal Agus Rianto, melalui pesan singkatnya, Rabu, 20 Mei 2015.
Pemeriksaan bos BCA itu berlangsung dua jam sejak pukul 09.00. Jahja diperiksa lantaran banknya digunakan untuk menampung dana pemasukan negara bukan pajak (PNBP) dalam program payment gateway sebelum disetorkan ke kas negara. Peraturan Menteri Keuangan menyatakan PNBP disetorkan melalui sistem pembayaran elektronik bikinan pemerintah, yaitu Sistem Informasi PNBP Online (Simponi). Kepolisian menuduh Denny melanggar peraturan itu dengan menggunakan payment gateway yang berbeda.
Denny sendiri beralasan, program pembayaran elektronik di Ditjen Imigrasi itu memberi kemudahan bagi masyarakat yang akan membuat paspor. Pemohon paspor tidak perlu lagi mengantre di loket untuk membayar biaya pembuatan paspor karena biaya langsung ditarik dari kartu debit atau anjungan tunai mandiri milik pemohon paspor secara elektronik. Walau begitu, pemohon yang ingin membayar tunai untuk biaya pembuatan paspor tetap dimungkinkan.
Penyedia sistem elektronik itu adalah PT Nusa Indah Arta dan PT Finnet Indonesia, anak usaha PT Telkom Indonesia. Mereka berperan menyediakan alat dan mesin payment gateway. Penyediaan alat itu sama sekali tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Biaya pembuatan paspor ditarik dari kartu debit atau ATM pemohon paspor dan langsung masuk kas negara. Pengguna sistem ini juga dikenakan biaya Rp 5.000 karena telah menggunakan jasa perbankan.
DEWI SUCI RAHAYU
Berita terkait
Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS
2 jam lalu
Ketegangan di Timur Tengah yang perlahan mereda menjadi salah satu faktor peluang menguatnya rupiah.
Baca SelengkapnyaBCA Luncurkan Bukti Bakti BCA, Nicholas Saputra Menjadi Duta
3 hari lalu
PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) meluncurkan Bukti Bakti BCA untuk program sosial dan lingkungan. Nicholas Saputra menjadi duta.
Baca SelengkapnyaLaba BCA Rp 12,9 T pada Kuartal Pertama, Ditopang Restrukturisasi yang Berangsur Normal
5 hari lalu
Laba bank BCA mencapai Rp 12,9 triliun pada kuartal pertama 2024. Ada sejumlah kredit restrukturisasi yang mulai berangsur normal.
Baca SelengkapnyaTotal Kredit BCA Tembus Rp 835,7 T per Kuartal Pertama, Tumbuh di atas Industri
5 hari lalu
BCA dan entitas anak membukukan kenaikan total kredit sebesar 17,1 persen secara tahunan menjadi Rp 835,7 triliun para kuartal I 2024.
Baca SelengkapnyaEkonom BCA: Pelemahan Kurs Rupiah Dipengaruhi Konflik Geopolitik Timur Tengah, Bukan Sidang MK
6 hari lalu
Kepala Ekonom BCA David Sumual merespons pelemahan rupiah. Ia menilai depresiasi rupiah karena ketegangan konflik geopolitik di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaAdu Prediksi Tim Prabowo dan Denny Indrayana soal Putusan MK
6 hari lalu
Tim hukum Prabowo-Gibran menghormati prediksi yang sudah disampaikan Denny Indrayana, tapi dia mengatakan analisis itu sangat ekstrem dan keliru.
Baca SelengkapnyaJelang Putusan Sengketa Pilpres 2024, Apa Prediksi Para Pakar?
7 hari lalu
Putusan sidang sengketa Pilpres 2024 akan dibacakan Senin, 22 April 2024. Berikut prediksi para pakar.
Baca SelengkapnyaDenny Indrayana Soroti Upaya Intervensi Hakim MK Jelang Putusan Sengketa Pilpres
7 hari lalu
Dia menuturkan, semakin kuat hakim MK menjaga independensinya, semakin besar putusannya sejalan dengan rasa keadilan kepemililuan.
Baca SelengkapnyaDenny Indrayana Prediksi MK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres 2024
7 hari lalu
Sidang sengketa Pilpres tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi. Putusan itu akan diputuskan pada Senin besok.
Baca SelengkapnyaDenny Indrayana Bicara Kemungkinan MK Diskualifikasi Gibran
7 hari lalu
Setelah putusan 90, Denny menilai MK tidak pernah berhasil keluar dari kerangkeng putusan yang problematik tersebut.
Baca Selengkapnya