Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan melihat poster pahlawan nasional saat blusukan ke Kampung Matematika, di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 11 April 2015. Anies memberikan pesan kepada para murid Kampung Matematika untuk menanamkan mindset bahwa pelajaran matematika bukanlah mata pelajaran yang sulit. TEMPO/Lazyra Amadea Hidayat
TEMPO.CO , Surabaya:Pemerintah provinsi Jawa Timur mendukung usulan Bupati Situbondo soal pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum KH Raden As’ad Syamsul Arifin. Wakil Gubernur Jatim Syaifullah Yusuf mengatakan, pemerintah provinsi mengupayakan agar gelar itu diberikan tahun ini. “Diusahakan sebelum tanggal 10 November nanti, ini tinggal diproses ke Dewan Gelar Pahlawan Nasional. Prosesnya nggak lama kok,” ujarnya saat dihubungi Tempo, Selasa 19 Mei 2015.
Menurut pria yang akrab disapa Gus Ipul itu, Kiai As’ad layak dianugerahi gelar pahlawan nasional. Pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo tersebut terlibat secara langsung dalam perjuangan merebut kemerdekaan. “Dalam perjalanan hidupnya, jasa beliau banyak sekali dalam pertempuran memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Terutama di daerah Tapal Kuda Jatim,” jelasnya.
Gus Ipul mengatakan, pihaknya telah mengusulkan gelar pahlawan nasional jauh-jauh hari. “Itu memang sudah kita usulkan sejak lama, dari tingkat pondok pesantren, seminar, dan diskusi di tingkat kabupaten. Selanjutnya tingkat provinsi,” kata dia.
Bupati Situbondo, Jawa Timur, Dadang Wigiarto mengusulkan almarhum KH Raden As’ad Syamsul Arifin sebagai pahlawan nasional. Menurut Dadang, pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo itu layak dianugerahi gelar pahlawan karena terlibat secara langsung dalam perjuangan merebut kemerdekaan.
Pemerintah Kabupaten Situbondo telah membentuk tim untuk melengkapi seluruh data serta telah menggelar seminar nasional. Tahapan pengusulan telah final dan tinggal diajukan ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pemerintah pusat.
Kiai As’ad lahir pada tahun 1897 di Mekah dan meninggal 4 Agustus 1990 di Situbondo. Di kalangan Nahdlatul Ulama, As’ad dianggap sebagai ulama besar dengan jabatan terakhirnya sebagai Dewan Penasehat Pengurus Besar NU. As’ad menjadi salah satu penggagas keputusan untuk mengembalikan NU ke khittah pada Muktamar NU ke-27 1984 di Pondok Pesantren Sukorejo. Ia merupakan komandan Laskar Sabilillah yang aktif turut berperang melawan penjajahan Belanda. Pelopor asas tunggal Pancasila itu meninggal pada usia 93 tahun.