Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko (kanan) menghadiri acara syukuran HUT ke-63 Kopassus di Cijantung, Jakarta, 29 April 2015. Syukuran dan silaturahmi tersebut dihadiri para purnawirawan Kopassus, tokoh eks Gerakan Aceh Merdeka, Organisasi Papua Merdeka, dan para tokoh Timor-timur. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO,Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan evaluasi terhadap Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI merupakan urusan Kepala Polri. Kalla menganggap sejumlah tindakan Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso, seperti menangkap penyidik KPK Novel Baswedan, bukan sebagai pembangkangan.
"Membangkang kepada siapa? Dalam hal apa? Kan, Novel sudah dilepas," kata Kalla saat ditemui di kantornya, Selasa, 5 Mei 2015. Menurut Kalla, kasus Novel Baswedan sama sekali tak berhubungan dengan institusi kepolisian ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kasus tersebut murni melibatkan pribadi Novel." Desakan pencopotan Komisaris Jenderal Budi Waseso datang dari banyak pihak. Aktivis Lingkar Madani, Ray Rangkuti, misalnya, mengatakan kriminalisasi yang dilakukan Polri kepada pimpinan hingga penyidik KPK selama ini tak lepas dari peran Budi Waseso sebagai Kabareskrim.
Tak hanya Rangkuti, aktivis Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Al Ghifari, juga meminta agar Waseso dicopot. Menurut dia, Waseso sudah melakukan pembangkangan dengan menangkap dan menahan Novel. Padahal, setelah Novel ditangkap, Presiden Joko Widodo berseru kepada polisi agar Novel dilepaskan.
Ihwal pimpinan KPK yang sempat mengancam akan mengundurkan diri jika Novel ditahan, Kalla menyatakan yakin bahwa mereka akan menaati hukum. "Bagaimana hukum ini mau berjalan kalau pimpinan yang taat hukum tiba-tiba mengancam begitu?" katanya.
Ancaman mundur itu, menurut Kalla, justru akan menimbulkan anggapan bahwa ada pihak yang kebal hukum. Padahal Ketua KPK sementara, Taufiequrachman Ruki, pernah mengatakan tak ada seorang pun di Indonesia yang kebal hukum. "Kalau nanti ada satu anak buah diperiksa lalu semua mau mundur, mau jadi apa negeri ini?"