Sejumlah pejuang syiah yang dikenal Hashid Shaabi berkumpul dekat terjadinya ledakan bom bunuh diri yang digunakan oleh Negara Islam (ISIS) di selatan Tikrit, 12 Maret 2015. Pasukan keamanan Irak dan milisi Syiah baku tembak sporadis dengan pejuang Negara Islam (ISIS) di Tikrit. REUTERS/Thaier Al-Sudani
TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga Stanzah mengaku hendak berwisata ke luar negeri saat membuat paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tasikmalaya, Jawa Barat. Paspor diajukan sekitar September 2014.
Kepada petugas, saat memohon paspor, Stanzah beralasan akan berwisata di luar negeri. "Paspor wisata. Jelas dan tegas mereka menandatangani di materai menyatakan akan berwisata," kata Kepala Kantor Imigrasi Tasikmalaya Achmad Suryansyah saat ditemui di kantornya, Kamis, 19 Januari 2015.
Dia mengatakan pihaknya tidak berhak melarang mereka membuat paspor. Musababnya, saat itu mereka tidak mengetahui bahwa keluarga Stanzah akan bergabung dengan ISIS. "Kami tidak bisa memprediksi hal ini terjadi karena semua (persyaratan) lengkap," kata Achmad.
Secara umum, segala persyaratan yang diajukan Imigrasi sudah dipenuhi keluarga Stanzah dan tidak ada kecurigaan. "Karena ditambahkan dengan istri dan anak," katanya.
Daeng Stanzah dan istrinya, Ifah Syarifah, bersama dua anaknya, termasuk 16 warga negara Indonesia yang ditangkap pemerintah Turki. Mereka diduga hendak bergabung dengan gerakan militan Negara Islam Irak dan Suriah.
Stanzah dan Ifah adalah warga Ciamis, Jawa Barat. Stanzah dikenal sebagai pedagang obat-obatan di kampungnya.