Susi Larang Trawl, Begini Pendapat Aceh

Reporter

Editor

Grace gandhi

Sabtu, 28 Februari 2015 03:53 WIB

Sejumlah perahu nelayan bersandar di pesisir pantai Tanjung Pasir, Tangerang, Banten, (18/11). Tingginya ombak akibat cuaca buruk mengakibatkan para nelayan memilih tidak melaut demi faktor keselamatan. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

TEMPO.CO , Banda Aceh: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang melarang penggunaan pukat trawl dan pukat tarik dinilai Panglima Laot (lembaga adat nelayan) Aceh sudah tepat. Aceh bahkan telah melarang penggunaan alat tangkap jenis itu sejak lama, sesuai dengan kesepakatan para nelayan Aceh yang bernaung di bawah lembaga tersebut.

Sekretaris Panglima Laot Aceh, Miftahuddin Cut Adek, mengatakan tak banyak nelayan Aceh yang menggunakan trawl, karena aturan dari lembaga Panglima Laot yang masih dipatuhi. “Menurut data kami, hanya 8 persen nelayan Aceh yang memakai trawl,” kata Miftahuddin kepada Tempo, Jumat ,27 Februari 2015.

Menurut Miftahuddin, pukat trawl umumnya dipakai oleh pengusaha kapal di atas 30 gross ton yang beroperasi di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur, Nagan Raya, Aceh Barat. Tapi bukan berarti sumber daya laut Aceh aman, karena banyaknya kapal nelayan dari Sumatera Utara dan asing yang menggunakan alat tangkap tersebut dan beroperasi di perairan Aceh.

Hal itu pula yang menyebabkan sering terjadinya konflik antara nelayan di Aceh dengan nelayan dari luar Aceh. “Dalam beberapa kasus, nelayan Aceh ikut menangkap kapal-kapal nelayan dari Sumatera Utara dan bahkan membakarnya,” kata Miftahuddin.

Panglima Laot yang diakui sudah ada sejak abad ke-14 di Aceh, merupakan organisasi yang kuat dan masih eksis hingga kini di Aceh. Lembaga itu rutin melakukan pertemuan-pertemuan dengan nelayan dan ikut menjaga sumber daya laut Aceh.

Miftahuddin mengatakan, aturan larangan pukat trawl sebenarnya bukan hal baru di Aceh. Sejak 1978, Panglima Laot sudah mengharamkan hal itu sesuai kesepakatan bersama nelayan. Trawl tidak dikenal saat itu. Hanya disebutkan nelayan dilarang menggunakan alat tangkap yang menghabiskan dan merusak sumber daya laut.

Pada 1980, keluar Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 yang melarang hal serupa. Panglima Laot Aceh mendukungnya dan memasukkan dalam aturan hukum adat. Selanjutnya, dari 1989, 2000, dan 2007, Panglima Laot selalu menegaskan kembali aturan adat tentang pelarangan alat-alat tangkap yang dapat merusak sumber daya laut.

Sanksi hukum untuk nelayan Aceh yang melanggar aturan adat juga diberlakukan. Biasanya, menurut Miftahuddin, nelayan yang ketahuan menggunakan alat tangkap itu akan disita alatnya dan dikenai sanksi, kapalnya tidak boleh melaut selama tiga hari.

ADI WARSIDI

Berita terkait

KKP Tangkap Kapal Malaysia Pencuri Ikan yang Tercatat sudah Dimusnahkan tapi Masih Beroperasi

1 hari lalu

KKP Tangkap Kapal Malaysia Pencuri Ikan yang Tercatat sudah Dimusnahkan tapi Masih Beroperasi

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap kapal pencuri ikan berbendera Malaysia. Kapal itu tercatat sudah dimusnahkan tapi masih beroperasi

Baca Selengkapnya

KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

2 hari lalu

KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

KJRI mengatakan, APPM mengatakan 3 kapal nelayan Natuna ditangkap karena melaut di dalam perairan Malaysia sejauh 13 batu dari batas perairan.

Baca Selengkapnya

Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

5 hari lalu

Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

Tiga kapal nelayan Indonesia asal Natuna ditangkap oleh penjaga laut otoritas Malaysia. Dituding memasuki perairan Malaysia secara ilegal.

Baca Selengkapnya

Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih

5 hari lalu

Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih

Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik yang memuat hulu-hilir pengelolaan pemanfaatan BBL.

Baca Selengkapnya

Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

9 hari lalu

Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

Tradisi Lomban setiap bulan Syawal di jepara telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Polisi Gagalkan Penyelundupan Sabu dari Malaysia, Pelaku yang Menyamar Nelayan Diupah Rp 10 Juta per Kg

10 hari lalu

Polisi Gagalkan Penyelundupan Sabu dari Malaysia, Pelaku yang Menyamar Nelayan Diupah Rp 10 Juta per Kg

Bareskrim Polri menangkap lima tersangka tindak pidana narkotika saat hendak menyeludupkan 19 kg sabu dari Malaysia melalui Aceh Timur.

Baca Selengkapnya

Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim: Teluk Balikpapan Rusak akibat Pembangunan IKN

16 hari lalu

Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim: Teluk Balikpapan Rusak akibat Pembangunan IKN

Walhi dan Pokja Pesisir Kalimantan Timur sebut kerusakan Teluk Balikpapan salah satunya karena efek pembangunan IKN.

Baca Selengkapnya

Kementerian Kelautan dan Perikanan Buka Pendaftaran Taruna 2024, Simak Jalur dan Syaratnya

19 hari lalu

Kementerian Kelautan dan Perikanan Buka Pendaftaran Taruna 2024, Simak Jalur dan Syaratnya

Kementerian Kelautan dan Perikanan buka pendaftaran peserta didik 2024. Cek di sini caranya.

Baca Selengkapnya

Sejumlah Permasalahan Perikanan Jadi Sorotan dalam Hari Nelayan Nasional

20 hari lalu

Sejumlah Permasalahan Perikanan Jadi Sorotan dalam Hari Nelayan Nasional

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengungkap sejumlah permasalahan nelayan masih membutuhkan perhatian serius dari pemerintah.

Baca Selengkapnya

Tidak Ditenggelamkan, Dua Kapal Illegal Fishing Diserahkan ke Nelayan Banyuwangi

28 hari lalu

Tidak Ditenggelamkan, Dua Kapal Illegal Fishing Diserahkan ke Nelayan Banyuwangi

Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono menyerahkan dua kapal illegal fishing ke nelayan di Banyuwangi, Jawa Timur.

Baca Selengkapnya