Presiden Joko Widodo, berjalan bersama Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto (kiri), usai pertemuan tertutup di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, 29 Januari 2015. Jokowi dan Prabowo, bertemu dalam rangka silahturahim dan membicarakan masalah terkini bangsa. ANTARA/Widodo S. Jusuf
TEMPO.CO,Jakarta - Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies, J. Kristiadi, mengatakan ada beberapa alternatif bagi Presiden Joko Widodo untuk menghindari intervensi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang berlebihan. Di antaranya Jokowi masuk ke Koalisi Merah Putih (KMP) atau membentuk partai baru.
"Kalau masuk ke KMP, untuk jangka pendek. Partai baru untuk jangka panjang," kata Kristiadi ketika dihubungi, Rabu, 4 Februari 2015.
Kristiadi mengingatkan Jokowi bahwa masuk ke Koalisi Merah Putih berisiko. Sebab, koalisi pendukung Prabowo Subianto itu sempat menjadi lawan politik Jokowi yang juga ingin berkuasa dalam pemerintahan.
"Jangan seperti keluar mulut buaya, masuk mulut singa. Yang kita dorong pelaksanaan program Nawa Cita-nya," ujar Kristiadi.
Sedangkan jika membentuk partai baru, menurut Kristiadi, Jokowi tidak bisa memanfaatkannya sebagai solusi atas masalah saat ini. Alasannya, proses pembentukan partai sangat panjang. Tapi, paling tidak, partai tersebut bisa mendukung Jokowi pada Pemilihan Umum 2019.
Kristiadi juga memberi saran kepada PDI Perjuangan supaya tidak terus merongrong Jokowi. Sebab, rongrongan itu dapat berdampak buruk bagi citra partai banteng. "Kalau ribut terus, Jokowi dinilai gagal. Mana bisa PDIP menang di pemilu selanjutnya?"
Saran Kristiadi berkaitan dengan intervensi PDI Perjuangan dalam pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI. Budi sudah menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dan gratifikasi. Hingga kini, PDI Perjuangan ditengarai masih mendesak Jokowi agar segera melantik Budi.