EKSKLUSIF Ratna, Blak-blakan Kasus Bambang KPK  

Reporter

Editor

Bobby Chandra

Kamis, 29 Januari 2015 13:08 WIB

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, saat tiba untuk memberikan laporan, di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, 27 Januari 2015. Bambang Widjojanto melaporkan penangkapannya oleh tim dari Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada Jumat lalu. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Ratna Mutiara terkenang kembali dengan kasus sengketa pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, yang membuat dirinya dipenjara. Pemantiknya kasus penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto oleh Badan Reserse dan Kriminal Polri. Bambang disangka mengarahkan saksi untuk bersaksi palsu dalam pemilihan bupati pada 2010 itu. (Baca: Pengakuan Ratna Mutiara, Saksi Kunci Bambang KPK)

Pada pemilihan bupati Kotawaringin Barat 2010 ada dua calon pasangan yang bertarung, yakni Ujang Iskandar-Bambang Purwanto dan Sugianto Sabran-Eko Soemarno. Dalam persaingan itu, Ujang-Bambang hanya meraih 55 ribu suara, dan Sugianto-Eko menyabet 67 ribu dukungan. Kubu Ujang lantas menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Ujang menggandeng Bambang Widjojanto dan tim kuasa hukum dari Widjojanto, Sonhadji, & Associates, untuk menghadapi Sugianto di MK. (Baca: Saksi Ungkap Peran Bambang KPK di Kasus Pilkada Kotawaringin)

Ratna menjadi saksi bagi pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto saat persidangan digelar di Mahkamah Konstitusi pada 2010. Ratna adalah 1 dari 68 saksi yang dihadirkan dari Kecamatan Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat. Ratna bersedia menjadi saksi karena memang mengetahui adanya politik uang yang diduga dilakukan oleh kubu Sugianto-Eko selama kampanye Kabupaten Kotawaringin Barat. (Baca: Polisi Bisa Kecele, Saksi Malah Bela Bambang KPK)

Dalam persidangan ketika itu, Ratna dituduh memberikan keterangan palsu dan divonis penjara lima bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kepada Tempo, Ratna mengungkapkan dirinya tak pernah memberi kesaksian palsu. Dalam persidangan, ia menceritakan adanya bagi-bagi uang oleh pasangan Sugianto Sabran-Eko Soemarno, pesaing Ujang-Eko, dalam sebuah pertemuan warga. (Baca: Pengakuan Ratna Mutiara, Saksi Kunci Bambang KPK)

Apa sebenarnya yang terjadi saat kampanye pemilihan Bupati di Kotawaringin Barat? Berikut wawancara khusus Tempo dengan Ratna di sebuah tempat di Pangkalan Banteng, pekan lalu.

Bagaimana awalnya Anda diminta untuk bersaksi?
Waktu itu saya ada di Masjid Agung, Pangkalan Bun. Ada telepon, "Bu, mau jadi saksi enggak untuk desa sendiri?" Jadi tiap satu kecamatan ada 12 orang saksi, bukan hanya saya sendiri. Jadi ada saksi dari Desa Dua, Desa Delapan, Desa Empat, Amin Jaya. Jadi bukan saya sendiri. Semuanya ada 68 saksi, tiap kecamatan ada saksi. Satu orang masing-masing desa.

Apa reaksi saat pertama kali Anda diminta menjadi saksi?
Apa yang kami lihat, rasakan, dan dengar, dari teman-teman kami tahu kalau di sini memang ada terjadi bagi-bagi uang. Cuma kesalahannya saya hingga jadi begini. Kesalahan saya waktu itu, saya kesebut nama Eko. Saya tahu Eko tidak datang. Saya tahu semua temen sudah oke mau bersaksi, tapi mereka enggak mengaku. Waktu di Jakarta mereka ngedrop, enggak mengaku.

Apa yang terjadi setelah Anda bersaksi?
Sehabis kejadian itu saya ditarik karena dianggap bersaksi palsu. Saya dibawa ke Pondok Bambu (rumah tahanan perempuan di Jakarta Timur), lalu ke Mabes Polri. Di Jakarta saya lima bulan ikut bersidang, sampai tebal berkasnya. Diambil saksinya 23 total sama KPU dibawa untuk menjatuhkan saya. Kalau bisa saya mencabut kesaksian karena beralasan saya hanya mendengar.

Apakah Anda ada bertemu dengan salah satu calon pasangan?
Waktu sidang saya bertemu Eko Sumarno. Dia bilang, saya sarjana hukum, ahli hukum, sudah pengalaman di bidang hukum. Saya cuma bilang, itu hukum Allah atau hukum manusia. Saya pakai hukum Allah, kamu pakai hukum manusia. Kalau memang saya salah saya terima, mau dipenjara 20 tahun, penjara seumur hidup saya terima. Kalau Allah berkehendak nanti kita buktikan.

Tidak ada warga dan saksi yang membela Anda?
Dalam sidang ada saksi 16 orang. Orang sini tidak ada satu orang pun yang mau menjadi saksi yang membela saya. Begitu saya pulang, saya tidak terbukti bersaksi palsu. Tapi lima bulan saya di sana. Sedangkan di sini ada yang meninggal tiap hari. Makanya ada kejadian ini mau berapa orang lagi yang mati? Karena mereka bersaksi palsu, toh. Jangan sembarangan, kita disumpah pakai kitab. Mau mereka Islam, Kristen disumpah pakai kitab suci.

Selanjutnya: Mengapa Ratna mau menjadi saksi bagi klien Bambang?
<!--more-->
Bagaimana posisi Ibu saat di Mahkamah Konstitusi?
Saya di MK menjadi saksi untuk Pak Ujang. Tapi saya bilang di sana, saya tidak melihat Pak Ujang, tak melihat Pak Bambang Purwanto. Kalau mereka kedudukan tinggi, saya bela mati-matian belum tentu mereka membela saya. Di MK, saya dibilang seperti semut melawan gajah. Tapi saya bilang kalau Tuhan berkehendak di lubang cacing saya bahagia, ya, saya tetap bahagia.

Kenapa Ibu mau jadi saksi Pak Ujang?
Memang di sini kejadiannya seperti itu. Bagi-bagi uang itu rata. Jadi setiap RT ada dua orang bawa kresek. Setiap orang dapat Rp 150 ribu. Teman saya sendiri sama-sama mengajar di Taman Pendidikan Al-Quran ada yang satu rumah dapat Rp 600 ribu. Masak dia bohong. Yang bagi-bagi itu Pak Sugianto.

Ibu kebagian duit itu?
Ya enggaklah. Saya kan berhubungan seperti ini gak mungkin. Gak berani saya main-main sama kitab.

Bagaimana cerita ibu bisa dituduh memberi kesaksian palsu?
Satu, saya kan tokoh masyarakat. Jadi beberapa tokoh masyarakat dibawa, termasuk pendeta dua orang namanya Dedi sama Abraham. Waktu itu mereka juga dianggap kasih kesaksian palsu, termasuk saya. Cuma mereka dibawa ke Pangkalan Bun. Kalau saya karena lurah, saya keseret. Yang melaporkan mereka cuma lewat desa saya. Kalau dari desa lain tak ada yang melapor.

Jadi ibu saja yang dicokok?
Iya. Saya dilaporkan Pak Ngadiyo. Saya kenal dia, saat hajatan Pak Ngadiyo saya diundang. Kalau dalam kasus ini Pak Ngadiyo sudah ada yang menekan. Dia kan tim Pak Sugianto.

Bagaimana kronologi waktu Ibu dibawa ke Jakarta?
Saya diambil lalu disuruh menceritakan apa yang ada. Saya tak diapa-apakan, saya tidak diborgol. Karena masalah di Jakarta saya dibawa ke Jakarta. Pengacara yang disiapkan di sini tak tahu saya dibawa. Tiba-tiba saya diberi tahu besok sekitar jam 8-9 naik pesawat. Tahu-tahu jam 6 saya sudah berangkat. Itu tahun 2010.

Sampai di Jakarta apa yang terjadi?
Saya tadinya dibawa ke Mabes, dipindahin ke Pondok Bambu. Ada Eko Sumarno di sana. Eko bilang, “Kalau sampeyan bisa menghapus kata-kata di MK nanti keluarganya dicukupi.” Saya diminta mencabut laporan kesaksian. Saya tidak mau. Kalau saya palsu ngapain harus dicabut? Saya bilang kalau ini urusan saya sama Tuhan biarlah sampai busuk saya di penjara, tapi lihat sendiri nanti siapa yang benar dan salah.

Selanjutnya: Benarkah Bambang Widjojanto mengarahkan para saksi?
<!--more-->Bagaimana situasi saat Anda bersaksi di MK?
Tidak ada paksaan. Saksi itu apa adanya. Orang dinamikanya begitu, ada video orang bagi-bagi uang dalam kresek.

Apakah ada arahan dari Bambang Widjojanto?
Saya memang bertemu Pak Bambang. Saya memberi kesaksian apa adanya. Saya tak punya satupun pengacara. Pada saat sidang yang ada orang mereka semua, tak ada satu pun orang Pak Ujang. Ada tidak yang musuhi saya? Justru yang jadi saksi minta maaf datang ke saya. Terus setelah kejadian itu tiap hari ada yang meninggal dari keluarga mereka yang bersaksi mengatakan tak ada uang yang disebar.

Setelah bersaksi apakah Anda pernah mendapat teror?
Setelah saya dibawa ke Jakarta banyak. Anak saya sekolah di Pangkalan Bun. Kepala sekolah memberi tahu agar kami hati-hati di rumah. Ada yang mau bakar rumah katanya. Sebelum pelantikan saya sudah dijaga 8 polisi di sini. Karena Pak Ujang dilantik jadi otomatis saya dijaga.

Apakah Anda pernah berkomunikasi langsung dengan Sugianto?
Saya belum pernah bertemu Pak Sugianto sama sekali. Waktu kampanye, itupun jaraknya jauh. Pada masa kampanye, Eko Sumarno yang menyerang saya. Pada saat sidang saya juiga bertemunya dengan Pak Eko Sumarno.

Bagaimana ceritanya Anda bisa bebas?
Saya dihukum itu harusnya 17 tahun, tapi sebelum itu saya sudah keluar. Saya Cuma ditahan lima bulan. Kalau yang kena pasal kesaksian palsu seharusnya gagal semua. Pak Ujang tidak akan dilantik segala. Mungkin akhirnya saya cuma kena pencemaran nama baik. Selama proses itu, Pak Uang mengirim saya pesan singkat. Isinya, “Kalau benar kenapa takut.” Saya bilang, “Maju terus Pak. Mau sampai mana mereka. Dengan kejadian ini bergesekan terus. Kalau selesai dituntaskan saja sekalian. Kita gak tau mana lawan dan kawan ujungnya.”

Ada kesaksian lain yang membenarkan adanya bagi-bagi uang di pilkada itu?
Pada saat saya di Pondok Bambu, Kapolres kirim surat dan mengatakan bahwa memang terjadi di Kota Waringin Barat ini bagi-bagi uang. Berarti Kapolresnya sudah membenarkan, dan itu suatu bukti nyata. Yang menjatuhkan itu justru masyarakat sedangkan Kapolresnya mengatakan memang ada bagi-bagi uang.

Selanjutnya: Apakah benar
<!--more-->
Setelah persidangan di MK, bagaimana hubungan Anda dengan Eko Sumarno?
Otomatis kalau dibilang baik-baik bohonglah. Seperti saya sudah ditahan selama lima bulan, hati saya masih sakit. Sementara Eko Sumarno sakitnya tidak sama saya saja, tapi mungkin pada 68 saksi. Kaku kalau bertemu Eko. Pak Ujang maunya saya jangan ikut mereka. Keputusan MK itu kan sudah final

Apakah Anda pernah di-briefing Bambang Widjojanto?
Tak pernah ada briefing Pak Bambang. Wakilnya mengatakan bahwa apa yang kamu dengar, lihat, dan rasakan di desa itu yang disampaikan. Kalau saya, kan, mungkin rasakan. Mungkin lihat langsung tidak ya, tapi dengar kan pasti. Itu yang membuat mereka ini tak bisa membuktikan langsung.

Apakah Anda yakin ada bagi-bagi uang saat kampanye pilkada?
Ketika kampanye saya melihat bagi-bagi kartu dan uang. Saat itu dijanjikan kalau mau kerja ada kartu. Saya lihat kartu itu ada dan dibawa orang di jalur tiga. Ada pertemuan di tempat Pak Ngadiyo. Seharusnya di persidangan saya menyebut nama pak Sugian saja. Tapi saya kesebut nama Eko Sumarno, sehingga Pak Eko menuntut. Saya ‘kesebut’ nama Pak Eko makanya saya gemetar.

Tapi cerita bahwa ada bagi-bagi uang itu benar ada?
Ya, tiap orang dibagi Rp 50 ribu yang datang. Kesalahan saya cuma itu. Mungkin akhirnya jadi pencemaran nama baik. Begitu saksi ahli datang, saya mau tanya kenapa saya dibilang saksi palsu. Pak Eko Sumarno bawa-bawa 23 saksi itu palsu atau tidak.

Kapan Anda bertemu dengan Bambang Widjojanto?
Hari itu saya tak bertemu Pak Bambang Widjojanto di Rumah Makan Mbok Berek. Saya baru ketemu pas datang ke MK. Ketika masuk saya juga tak tahu kalau itu Pak Bambang Widjojanto. Saya juga tak tahu pengacara saya pakai baju itu.

Bagaimana situasi Anda setelah berkasus di MK?
Saya sekarang bendahara desa. Warga di sini lebih baik ke saya karena merasa telah menyengsarakan saya. Baik semua. Kami di desa saling memaafkan. Memaafkan lebih baik. Saya tidak dikucilkan. Saya sekarang mengajar di Taman Pendidikan AlQuran. Ada 27 orang muridnya. Tiap hari, yang datang mengaji ganti-ganti. Pokoknya dari zuhur sampai magrib.

ROSALINA

Berita Terpopuler
Sebelum Diserang, KPK Bongkar Kasus Raksasa Ini
Kisah Wanita Indonesia yang Terdampar di Chechnya
Jokowi Bukan Siapa-siapa di PDIP, Beda dengan SBY
Budi Gunawan Didukung Mega? Ini Kata Wakapolri
Diminta Mundur Tim Jokowi, Budi Gunawan Bereaksi

Berita terkait

Berkas Kasus Firli Bahuri Mandek di Polda Metro, Penyidik Tak Kunjung Penuhi Permintaan Jaksa Penuntut Umum

5 jam lalu

Berkas Kasus Firli Bahuri Mandek di Polda Metro, Penyidik Tak Kunjung Penuhi Permintaan Jaksa Penuntut Umum

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta merasa tak ada kedala menangani kasus dugaan pemerasan oleh eks Ketua KPK Firli Bahuri.

Baca Selengkapnya

Eks Penyidik KPK Heran Nurul Ghufron Tak Paham Soal Trading In Influence Karena Minta Kerabatnya Dimutasi

6 jam lalu

Eks Penyidik KPK Heran Nurul Ghufron Tak Paham Soal Trading In Influence Karena Minta Kerabatnya Dimutasi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pernah meminta Kementan untuk memutasi kerabat atau keluarganya dari Jakarta ke Malang. Bakal jalani sidang etik.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Gugat ke PTUN, Dewas KPK Tetap Gelar Sidang Etik dan Anggap Kasusnya Tidak Kedaluwarsa

9 jam lalu

Nurul Ghufron Gugat ke PTUN, Dewas KPK Tetap Gelar Sidang Etik dan Anggap Kasusnya Tidak Kedaluwarsa

Dewas KPK tetap akan menggelar sidang etik terhadap Wakil Ketua Nurul Ghufron, kendati ada gugatan ke PTUN.

Baca Selengkapnya

Anggota Dewas KPK Albertina Ho Dilaporkan Nurul Ghufron, Ini Profil dan Kasus yang Pernah Ditanganinya

11 jam lalu

Anggota Dewas KPK Albertina Ho Dilaporkan Nurul Ghufron, Ini Profil dan Kasus yang Pernah Ditanganinya

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron laporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho, eks Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan. Ini profilnya.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

1 hari lalu

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho. Berikut tugas dan fungsi Dewas KPK

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

1 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

1 hari lalu

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

Sprindik Eddy Hiariej belum terbit karena Direktur Penyelidikan KPK Brijen Endar Priantoro tak kunjung meneken lantaran ada perintah dari Polri.

Baca Selengkapnya

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

1 hari lalu

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan telah melaporkan dugaan pelanggaran etik anggota Dewas KPK Albertina Ho sejak bulan lalu.

Baca Selengkapnya

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

1 hari lalu

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengklaim informasi transaksi keuangan merupakan data pribadi yang bersifat rahasia.

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

1 hari lalu

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan laporan Nurul Ghufron tersebut murni pribadi.

Baca Selengkapnya